<strong>Oleh: Yuni Damayanti</strong> Israel menyerang Gaza pada Jumat 5/8/2022 dan menyatakan “situasi khusus” di depan rumah, setelah beberapa hari ketegangan menyusul penangkapan seorang pejuang senior Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Ledakan terdengar di Kota Gaza, dimana asap keluar dari lantai tujuh sebuah gedung tinggi. Tidak jelas siapa yang menjadi sasaran serangan itu. Israel telah menutup jalan di sekitar Gaza awal pekan ini dan mengirim bala bantuan ke perbatasan saat bersiap untuk serangan balas dendam setelah penangkapan seorang anggota perlawanan senior kelompok militan itu di Tepi Barat yang diduduki pada Senin. Tidak jelas apa yang ditargetkan Israel atau seberapa besar situasinya akan meningkat. Israel dan Hamas telah berperang empat kali dan beberapa pertempuran kecil dalam 15 tahun sejak merebut kekuasaan dari pasukan saingan Palestina, (www.voa.islam.com, 5/8/2022). Sebagaimana yang kita tahu bersama kekejaman zionis Israel telah banyak menelan korban. Lalu apa yang dilakukan kaum muslimin yang berjumlah 1,5 miliar? Selama ini seruan-seruan yang dilontarkan dari dunia Islam tidak lebih dari memberikan bantuan dana, bantuan pengobatan, semua sebatas mengobati korban. Sesungguhnya ini tidak cukup. Sebab seharusnya ada yang mampu menghentikan apa yang telah dilakukan Israel terhadap Palestina. Sampai kapan negeri-negeri muslim menutup mata atas kekejian Israel, sudah berapa banyak nyawa yang melayang, berapa banyak pertumpahan darah membasahi tanah palestina. Seolah tidak ada yang mampu menolong mereka, apalagi para penguasa muslim sudah terbelenggu ikatan nasionalisme dan perjanjian rahasia dengan penjajah. Bahkan, normalisasi dengan Israel tetap mereka lanjutkan, karena tiada kesatuan kepemimpinan umat Islam dan praktik nasionalisme di masing-masing negeri maka tanah dan nyawa muslim tak bisa dilindungi. Padahal Islam telah menganjurkan untuk saling tolong-menolong kepada sesama saudara yang ditimpa kesusahan. Seperti digambarkan dalam hadis Nabi: “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam” (H.R Bukhari dan Muslim). Seyogianya pemimpin-pemimpin kaum muslimin lebih tegas dalam menghadapi kaum kafir penjajah, bukan hanya sekedar melakukan negoisasi perdamaian. Negara-negara muslim tidak boleh kehilangan nyali saat berhadapan dengan negara-negara kafir. Karena sesungguhnya tanah Palestina adalah tanah wakaf milik kaum muslimin yang wajib dipertahankan. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Sultan Abdul Hamid dari kekhilafahan Usmaniyah yang berhasil menjaga Palestina dari rongrongan Yahudi. Pada bagian pendahuluan buku Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II, dikutip tulisan seorang pemuda Turki, yaitu Hisyamuddin Aturk yang disebarluaskan di Istambul tahun 1957. Dalam tulisan itu, Hisyamuddin berkata: “Theodore Hertzl dan Hakham Besar, keduanya telah menemui Sultan Abdul Hamid secara pribadi, dan meminta izin untuk membangun tempat tinggal orang-orang Israel secara terpisah di Al Quds. Abdul Hamid tidak memberikan sikap lain kecuali menolak mentah-mentah permintaan keduanya.” Lalu nama Sultan Abdul Hamid II tertulis dengan tinta emas sejarah sebagai penjaga dan pembela terakhir Palestina dan rongrongan Yahudi yang ingin merampasnya. Kegigihan Sultan Abdul Hamid II mempertahankan Palestina tercermin dalam perkataannya yang terkenal sebagai berikut: “Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silahkan menyimpan harta mereka." "Jika khilafah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, selama aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Sungguh aku tidak setuju untuk mencabik-cabik tubuh kita sendiri, padahal kita masih hidup.” Demikianlah sikap seorang pemimpin yang memposisikan dirinya sebagai perisai umat Islam dan tanah mereka. Namun sejak Islam tidak diterapkan sebagai peraturan hidup, darah umat Islam begitu mudah ditumpahkan, kehormatannya dilecehkan, kekayaan mereka dijarah dan negeri mereka dijajah. Untuk menyelesaikan semua masalah itu termasuk masalah Palestina diperlukan persatuan kaum muslimin di seluruh dunia. Persatuan inilah kelak yang mampu mendobrak sekat-sekat nasionalisme, dan mengetuk hati pemimpin-pemimpin kaum muslim untuk menolong saudaranya. Wallahu a’lam bisshowab.(<strong>***)</strong> <strong>Penulis: Asal Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://www.youtube.com/watch?v=oPZj98jH0KQ
Discussion about this post