Oleh karena itu, Ali Mazi memandang bahwa High Level Meeting TPID Sultra kali ini memiliki peran strategis dalam tataran kebijakan pengendalian inflasi dan selanjutnya diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang mampu meningkatkan kualitas pengendalian inflasi daerah.
Dikatakan, inflasi yang terjadi di Sultra cenderung bergejolak terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (penawaran) yang berkenaan dengan gangguan produksi dan kelancaran distribusi.
“Adapun komoditas yang sampai saat ini masih memberikan kontribusi besar untuk peningkatan inflasi di Sultra adalah komoditas ikan segar, sayuran, daging sapi, bawang, dan minyak goreng,” ulas dia.
Tekanan inflasi komoditas tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan pasokan akibat kondisi cuaca, pola produksi tahunan, terhambatnya distribusi dari daerah pemasok, baik antara kabupaten/kota di Sultra ataupun dari luar Sultra akibat kondisi surplus/defisit yang tidak merata.
Mengatasi hal tersebut, sejak 2019 Pemprov Sultra bersama Bank Indonesia Perwakilan Sultra, telah menginisiasi penandatangan kesepakatan bersama antar pemerintah kabupaten/kota se Sultra.
Kesepakatan tersebut telah diimplementasikan dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS) antar daerah, mulai 2021 sampai dengan awal 2022. PKS tersebut yaitu antara Pemerintah Kota Kendari dan Pemerintah Kabupaten Muna pada komoditas sapi potong.
“Selanjutnya, Pemerintah Kota Kendari dan Pemerintah Kota Baubau pada komoditas ikan. Kemudian, Pemerintah Kota Kendari dan Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan pada komoditas sayuran,” tutur Ali Mazi.
Selain itu, Pemprov Sultra telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Nomor: 511.1/1237 tanggal 9 Maret 2022 kepada bupati/walikota se Sultra untuk menggerakkan kelompok/komunitas di Sultra.
Discussion about this post