Kasus dana hibah di Pemprov Jatim tidak berujung, pun kasus tambang Maluku Utara, yang melahirkan “Blok Medan” akhirnya hilang. KPK hanya mampu mengeluh atas kemampuan koruptor yang jauh melampaui kemampuan KPK saat ini.
KPK saat ini menjadi lembaga pemberantasan korupsi yang reaktif, bukan proaktif. Ikut dalam arus informasi dengan algoritma yang tinggi. Saat muncul aksi massa di Pati, KPK reaktif dengan tiba-tiba memanggil bupati dalam dugaan keterlibatannya pada kasus DJKA.
Ketika Ridwan Kamil berseteru dengan Lisa Mariana terkait status anak, KPK memanggil Lisa Mariana yang diduga menerima aliran dana kasus korupsi bank BJB. KPK memilah dan memilih orang yang dipanggil dan diperiksa sesuai selera Infotainment.
Dalam hal menjawab aksi massa terakhir dengan tuntutan mewujudkan pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka Presiden Prabowo perlu merevitalisasi lembaga pemberantasan korupsi.
Presiden dapat mempertimbangkan pergantian Ketua KPK beserta seluruh pimpinan KPK, mengganti Kapolri dan Jaksa Agung. Aksi massa yang mengakibatkan hilangnya nyawa 10 orang rakyat terjadi akibat maraknya korupsi di lembaga-lembaga negara.
Maka terdapat hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden Prabowo memimpin langsung pemberantasan korupsi secara tegas. Presiden Prabowo dapat menduplikasi cara Presiden Korea Utara, Kim Jong Un, dan Presiden China, Xi Jinping.
Jika pelaku korupsi tidak dikejar oleh Polri, Kejagung dan KPK maka pimpinan lembaganya yang harus dicopot dan diganti. Terhadap para pejabat negara, daerah, ASN, pegawai BUMN, BUMD serta semua orang yang wajib mengisi LHKPN, namun tidak patuh harus dipanggil dan diperiksa oleh KPK.(***)
Penulis adalah Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Presidium Semangat Rakyat Anti Korupsi (Semarak)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post