Kondisi ini selain dipengaruhi oleh faktor kemiskinan, juga tidak diimbangi dengan inovasi daerah dalam menghasilkan sumber-sumber pendapatan, sehingga kemampuan keuangan daerah dalam membiayai program-program strategis juga berkurang.
Beberapa data tersebut sengaja ditampilkan untuk memperlihatkan bahwa pelaksanaan desentralisasi yang dijalankan selama ini masih menyisihkan masalah. Walaupun tidak dapat dipungkiri dalam perjalanan pelaksanaan otonomi daerah juga memiliki kecenderungan positif. Tetapi faktanya untuk saat ini, beberapa daerah di wilayah Sultra belum ampuh mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Efektifitas pelayanan dan pembangunan pun tidak berjalan indah, hanya sebagian kecil masyarakat yang menikmatinya.
View this post on Instagram
Jika diamati, angka ketimpangan ekonomi Sultra masih berada di atas ketimpangan nasional. Bahkan pada 2018 berdasarkan data BPS, Sultra berada di posisi runner up daerah yang memiliki level ketimpangan tertinggi di Indonesia setelah DIY. Untuk di wilayah Sultra sendiri, tingkat ketimpangan tertinggi berada di Kabupaten Buton Tengah sebesar 0,508, kemudian disusul Kota Baubau 0,452. Angka kesenjangan ekonomi yang dimiliki Kabupaten Buton Tengah tersebut termasuk dalam kategori tingkat ketimpangan tinggi, sementara Kota Baubau termasuk dalam kriteria sedang.
Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa capaian pembangunan kita belum bisa dinikmati secara merata oleh penduduk. Meskipun setiap tahun pendapatan perkapita masyarakat meningkat, tetapi manfaatnya hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk (orang kaya). Sedangkan sebagian besar penduduk dengan kategori miskin memperebutkan sebagian kecil sumber daya untuk meningkatkan pendapatannya. Isu seperti ini yang perlu diperhatikan bersama untuk dicari solusinya dalam rangka pemeratan ekonomi masyarakat.
Arah Baru Perjuangan
Discussion about this post