Material bisa dibeli dari toko sekitar, pekerja lokal ikut dilibatkan, hingga warung kecil di tepi jalan pun kebagian rezeki dari perputaran uang yang singgah di desa. Efek berganda (multiplier effect) inilah yang menjadikan revitalisasi sekolah sebagai motor ekonomi baru di banyak wilayah.
Lebih dari itu, wajah kebersamaan kembali muncul. Di Pati, Jawa Tengah, misalnya, orang tua siswa ikut mengecat kelas dan membangun pagar sekolah, guru turun tangan mengawasi jalannya pembangunan, sementara masyarakat setempat bahu membahu memastikan proyek berjalan sesuai rencana.
Rasa memiliki pun tumbuh. Sekolah tak lagi dianggap sekadar fasilitas pemerintah, melainkan bagian dari jantung kehidupan sosial yang dijaga bersama. Gotong royong yang kerap disebut hanya tinggal slogan, kini menemukan ruang praksisnya. Namun revitalisasi sekolah tidak berhenti di cat dinding atau pagar baru.
Program ini dimaknai sebagai investasi jangka panjang menuju visi besar Indonesia Emas 2045. Pemerintah menekankan bahwa SDM unggul lahir dari pendidikan berkualitas, dan sekolah menjadi gerbang utamanya. Itu sebabnya kolaborasi lintas sektor—antara pusat, daerah, perguruan tinggi, hingga masyarakat—dituntut hadir.
Transparansi pun ditekankan: setiap sekolah wajib menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKAS) secara terbuka, laporan bisa diakses publik, dan pengawasan melibatkan komite sekolah hingga perguruan tinggi. Negara mengingatkan, tidak ada ruang bagi pungli atau praktik KKN.
“Program ini bukan hanya membangun sekolah, tetapi juga membangun mental, semangat kebersamaan, dan masa depan anak-anak kita,” ujar Direktur PAUD Dikdasmen, Nia Nurhasanah.
Dimensi lain yang tak kalah penting adalah digitalisasi. Di tengah kekurangan guru, khususnya di wilayah 3T, pemerintah menyiapkan jawaban lewat distribusi Smart TV. Hingga 2025, sebanyak 330.000 sekolah ditargetkan memiliki televisi pintar sebagai sarana tele-education.
Guru-guru terbaik akan mengajar dari studio pusat, sementara siswa di pelosok bisa tetap berinteraksi dalam ruang belajar modern. Tahap pertama, 100.000 unit Smart TV akan mulai disalurkan pada 10 November 2025, dengan target jangka panjang agar setiap kelas punya satu layar digital.
Jika disatukan, kombinasi perbaikan infrastruktur, semangat gotong royong, tata kelola yang transparan, serta dukungan teknologi digital menjadikan revitalisasi sekolah sebagai gerakan multidimensi. Ia bukan sekadar soal bangunan, melainkan katalis bagi ekonomi lokal, perekat sosial, dan tonggak strategis untuk menyiapkan generasi emas Indonesia.
Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang
Revitalisasi sekolah dan digitalisasi pendidikan menjadi dua sisi mata uang dalam strategi besar pembangunan SDM. Dengan membangun sekolah yang layak, aman, dan modern, serta memperluas akses digital, pemerintah berharap pendidikan Indonesia mampu melahirkan generasi yang unggul, adaptif, dan berdaya saing di tengah tantangan global.
Lebih dari sekadar proyek pembangunan, revitalisasi sekolah adalah investasi jangka panjang bangsa. Ia tidak hanya menghidupkan ruang kelas dengan fasilitas baru, tetapi juga menggerakkan ekonomi lokal, memperkuat semangat gotong royong, dan membuka jalan menuju masyarakat yang lebih maju.
Di setiap cat dinding yang baru, setiap pagar yang dibangun, dan setiap perangkat digital yang dipasang, tersimpan keyakinan bahwa masa depan anak-anak Indonesia sedang disiapkan dengan lebih baik.
Harapannya, langkah besar ini mampu mempersempit kesenjangan pendidikan antarwilayah, terutama di daerah 3T, sekaligus memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal dalam menikmati hak dasar mereka untuk belajar. Dengan revitalisasi yang berkelanjutan, transparan, dan inklusif, pendidikan akan benar-benar menjadi senjata paling ampuh untuk mencetak SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045.(***)
Penulis adalah Pengamat Pendidikan Anak Remaja dan Ekonomi Islam Banyumas Raya
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post