Terhadap materi wawancara Hasto juga harus dilihat dalam konteks koreksi dan kritik terhadap tata kelola negara dan pemerintahan. Semua penyelenggara negara dalam kedudukan dan jabatannya tidak boleh baper dan anti kritik.
Jika kritik dan koreksi Hasto mengganggu orang dalam kedudukan dan jabatannya, maka orang tersebut secara aktif membuat laporan (delik aduan). Tidak dibenarkan pihak lain, selain orang dalam jabatan dan kedudukannya melapor.
Bagi kader PDIP Indonesia, pemanggilan Hasto bukan pemanggilan biasa. Aroma politik intimidasi sangat terasa dan penuh nuansa politik. Tindakan tersebut mirip dengan perilaku orde baru yang anti kritik dan intimidatif. Maka pemanggilan Hasto direspon oleh kader sebagai berikut:
Pertama, bahwa Hasto sebagai Sekjend DPP PDIP adalah salah satu representasi pimpinan partai. Wibawa dan kehormatan partai melekat dalam diri Hasto, sehingga ketika simbol, kewibawaan kehormatan partai diusik, maka seluruh kader PDIP juga terusik.
Kedua, bahwa kader PDIP di seluruh daerah siap menggeruduk Polda, Polres, hingga Polsek jika tindakan yang diduga sebagai kriminalisasi terhadap Hasto tidak segera dihentikan. Kader PDIP siap bergantian mendatangi markas-markas kepolisian demi tegaknya keadilan.
Ketiga, bahwa kebebasan berbicara di muka umum tanpa rasa khawatir dan rasa takut adalah hak asasi yang dijamin konstitusi. Maka negara dan pemerintah harus menjaminnya, bukan sebaliknya melakukan pembatasan, pembungkaman, dan pelarangan.
Keempat, bahwa kebebasan pers produk reformasi yang harus terus dijaga dan diwujudkan. Negara dan pemerintah harus menciptakan iklim yang sehat untuk kebebasan pers. Semua produk jurnalistik hanya dapat diawasi dan dikoreksi dengan UU Pers. Produk pers tidak dapat diproses dalam UU lain, termasuk KUHP tanpa terlebih dahulu dikaji dan dikoreksi UU Pers.
Discussion about this post