Hal ini terjadi karena negara tidak berperan dalam menjaga keimanan dan ketaqwaan individu, sehingga kemaksiatan tidak terkendali. Masyarakat tidak peduli dengan halal haram lagi ketika hendak memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tak heran, karena sistem demokrasi kapitalisme mendidik manusia menjadi individualis’ tidak peduli dengan sesamanya.
Ini sangat berbeda dengan Islam. Dimana Islam mengajarkan umatnya agar melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, dengan begitu akan menciptakan kontrol masyarakat di tengah-tengah kehidupan.
Hilangnya kontrol masyarakat dan peran negara inilah yang menyebabkan hilang pula keimanan dan ketaqwaan individu. Ditambah lagi sistem sanksi juga tidak memberikan efek besar terhadap pelaku yang telah dipenjara.
Penerapan hukum Islam mampu menekan angka kriminalitas, sebab hukum syariah yang digunakan berasal dari Sang Pencipta Alam Semesta, bukan hukum manusia.
Penegakan hukumnya paripurna dan tidak tebang pilih. Bukan seperti mata pisau yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Hukum Allah SWT adil tak melihat siapa yang berbuat namun melihat tindak kriminal apa yang dibuat.
Seperti kisah di zaman Rasulullah ketika ada seorang wanita mencuri dan akan dijatuhi hukuman potong tangan. Usamah meminta kepada Rasulullah untuk mengurangi hukumannya. Namun Rasulullah tak mengindahkannya meskipun yang memohon adalah sahabatnya.
Seperti Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, “Apakah kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukuman dari Allah? Demi Allah, kalau saja Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan ku potong sendiri tangannya” (HR Bukhari dan Muslim).
Pada saat Kekhalifahan Utsman bin Affan pun, hukuman Qishas akan dijatuhkan meskipun kepada Ubaidillah ibn Umar anak kandung Umar Bin Khatab, Khalifah sebelum Utsman. Karena memang terbukti bersalah telah melakukan pembunuhan.
Discussion about this post