Belum lagi, telah menjadi rahasia umum untuk meraih suatu kekuasaan tak jarang membutuhkan biaya yang banyak, sehingga saat mereka telah meraih jabatan tersebut mereka akan berusaha untuk mengembalikan modal. Sebab, jika hanya mengharap gaji, maka modal sulit kembali. Walhasil korupsi menjadi salah satu jalan untuk mengembalikan biaya politik.
Di samping itu, adanya sanksi yang belum mampu memberikan efek jera kepada pelaku. Padahal sejatinya sanksi bersifat menimbulkan efek jera, baik kepada pelaku itu sendiri dan kepada orang lain yang berkeinginan melakukan tindakan serupa.
Lebih dari itu, adanya sistem sekuler kian mempersulit untuk lepas dari jerat korupsi baik yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Karena lingkungan begitu kondusif untuk melakukan hal itu. Sehingga tak mengherankan demi mendapatkan rupiah tak jarang seseorang tak segan-segan untuk membuat data fiktif agar dana dapat cair dan masuk ke kantung pribadi guna memperkaya diri.
Masalah korupsi pun jelas tidak ada agama manapun yang membenarkannya. Adapun dalam kacamata Islam, ulama fikih telah sepakat mengatakan bahwa perbuatan korupsi adalah haram dan dilarang. Karena bertentangan dengan maqasid asy-syariah. Adapun keharaman korupsi dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu: pertama, curang dan penipuan. Perbuatan korupsi merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara langsung merugikan keuangan negara ataupun masyarakat.
Kedua, khianat. Berkhianat terhadap amanat adalah perbuatan terlarang dan berdosa seperti ditegaskan Allah Swt. dalam Al-Quran surah Al-Anfal ayat 27 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
Ketiga, aniaya (zalim). Perbuatan korupsi untuk memperkaya diri dari harta negara adalah perbuatan lalim (aniaya), karena kekayaan negara adalah harta yang dipungut dari masyarakat yang tak sedikit mereka peroleh dengan susah payah.
Ulama fikih pun menetapkan bahwa tindak pidana korupsi termasuk dalam kelompok tindak pidana takzir. Oleh sebab itu, penentuan hukuman, baik jenis. bentuk, dan jumlahnya didelegasikan syara’ kepada hakim.
Dalam menentukan hukuman terhadap koruptor. Seorang hakim harus mengacu kepada tujuan syara’ dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan, dan situasi serta kondisi sang koruptor. Sehingga sang koruptor akan jera melakukan korupsi, begitu pula orang lain yang memiliki keinginan serupa.
Discussion about this post