Seperti diketahui, Novia Widyasari nekat mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun. Nama Bripda Randy Bagus kemudian menjadi perbincangan hangat di medsos karena disebut-sebut menjadi penyebab Novia Widyasari bunuh diri. Bripda Randy Bagus merupakan mantan kekasih Novia Widyasari.
Bripda Randy Bagus akhirnya ditetapkan sebagai tersangka terkait aborsi yang dilakukan bersama mantan kekasihnya NWS (23) yang tewas setelah menenggak racun. Anggota Polres Pasuruan itu kini menjalani penahanan di rutan Polda Jatim.
Hal ini menuai simpati publik terhadap hal yang menimpa Novia dan geram kepada tersangka (Randy) hingga menuntut penegakan hukum terhadap pelaku.
Namun sejatinya kasus ini tak cukup dengan penegakan hukum semata, publik harus lebih jeli melihat kasus ini. Memang benar tidak ada asap jika tidak ada api pemicu utama peristiwa ini dimulai dengan aktivitas pacaran yang menjurus pada perzinahan buah dari gaya hidup bebas (liberal), yang dijamin dalam HAM.
Buka Pameran UMKM, Ahmad Monianse Apresiasi Gerakan Pemuda Lowu-Lowu https://t.co/4mOFzB9pem
— Penasultra.id (@penasultra_id) December 26, 2021
Gaya hidup liberal inilah yang membuat perzinahan dan kekerasan seksual merebak di masyarakat.
Tak dapat dielakkan, dari tahun ke tahun kasus kekerasan seksual memang terus meningkat. Peningkatan ini sejalan dengan naiknya kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) dan anak (KtA) secara umum, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Data Kemen PPPA menyebut, pada 2019 kasus KtP tercatat sekitar 8.800 kasus. Pada 2020 sempat turun di angka 8.600 kasus. Lalu data November 2021 naik lagi di angka 8.800 kasus. Artinya, dalam tiga tahun terakhir hingga November 2021 sudah ada 26.200 kasus KtP.
Dari data sebanyak itu, kekerasan fisik mencapai 39 persen, kekerasan psikis 29,8 persen dan kekerasan seksual 11,33 persen. Sisanya kekerasan ekonomi. Adapun KtA, kasusnya lebih banyak lagi.
Kemen PPPA menyebut, pada 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021. Dari data tersebut, 45 persen berupa kekerasan seksual, 19 persen kekerasan psikis, 18 persen kekerasan fisik dan sisanya kekerasan ekonomi.
Data ini dipastikan merupakan fenomena gunung es. Mengingat kasus KtP atau KtA, apalagi kekerasan seksual, banyak yang terjadi di ranah pribadi. Tak semua korban berani melapor, apalagi membawa kasusnya ke ranah hukum. Selain itu, bisa dikatakan pada saat ini tidak ada tempat yang aman bagi terjadinya tindak kekerasan.
Di semua tempat, kekerasan dapat terjadi dan pelakunya bisa orang terdekat dan dihormati. Seperti saudara dan bahkan orang tua di rumah, di tempat umum, lingkungan kerja, lembaga sekolah, universitas, bahkan di pondok pesantren semua tak lepas dari kekerasan seksual seperti yang terjadi akhir-akhir ini
Butuh Solusi Islam
Discussion about this post