Produk Domestik Bruto (PDB) nasional tumbuh 7,07 secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II-2021. Realisasi ini menjadi yang tertinggi sejak kuartal IV-2021. Tercatat pada periode April-Juni 2021, ekspor tumbuh sebesar 31,78 persen yoy, didukung oleh kenaikan permintaan negara mitra dagang utama. Kemudian, konsumsi rumah tangga untuk pertama kalinya tercatat tumbuh positif sejak kuartal II-2020 sebesar 5,93 persen yoy, jauh membaik dari kinerja kuartal I-2021 -2,22 persen yoy.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi nasional pada triwulan II-2021 mengalami pertumbuhan 7,07% dari triwulan II-2020 (yoy). Dalam capaian tersebut, usaha perikanan termasuk sektor yang mengalami pertumbuhan signifikan. Sementara itu, PDB perikanan sepanjang triwulan II-2021 sebesar Rp67.729.80 miliar, naik dibanding triwulan II-2020 sebesar Rp61.748,40 miliar (BPS, 2021).
Hanya saja, kontribusi sektor perikanan terhadap PDB nasional hanya 2,83% (BPS, 2021). Artinya, stagnan dan tidak mengalami perubahan signifikan. Sektor perikanan menunjukkan kenaikan sebesar 9,69% pada kuartal kedua 2021 meski dalam masa pandemi. Kenaikan dipicu meningkatnya produksi perikanan budidaya dan perikanan tangkap karena cuaca yang mendukung.
Adapun data BPS menyebutkan, nilai produk domestik bruto (PDB) perikanan pada triwulan II sebesar Rp188 triliun atau 2,83% terhadap nilai PDB nasional. Nilai PDB tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan I sebesar Rp109,9 triliun atau 2,77% terhadap nilai PDB nasional. Pertumbuhan ini telah menyebabkan nilai PDB riil pada triwulan II telah melampaui nilai PDB riil pada triwulan IV 2019, sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
Sementara, laporan Bank Indonesia (BI, 2021) tentang hasil survei kegiatan dunia usaha triwulan II-2021 terjadi akselerasi ketimbang triwulan I-2021. Indikatornya pada nilai saldo bersih tertimbang (SBT) melonjak dari -0,1% triwulan I-2021 menjadi 0,17% triwulan II-2021. Namun, Bank Indonesia (BI, 2021) juga perkirakan nilai SBT bakal turun lagi sebesar -0,06% triwulan III-2021 akibat Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat hingga PPKM level 3 dan 4 di wilayah Jawa-Bali hingga saat ini.
Kemudian, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM, 2021) merilis data bahwa sektor usaha UMKM yang paling terdampak Covid-19 antara lain 35,88 persen penyedia akomodasi dan makanan minuman, kemudian 23,33 persen pedagang besar dan eceran, serta 17,83 persen industri pengolahan kelautan dan perikanan. Artinya, terjadi penurunan yang sangat drastis dari 2,83% menjadi 0,17% akhir tahun 2021 ini.
Lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM, 2021) melaporkan bahwa investasi penanaman modal asing (PMA) sektor perikanan sepanjang triwulan I dan II-2021 stagnan di angka US$ 5,2 juta atau setara Rp72,8 miliar. Angka ini jauh dibandingkan triwulan I-2020 sebesar US$ 34,7 juta dan triwulan II-2020 sebesar US$ 65 juta.
Pada triwulan II- 2021, Kapasitas Produksi Terpakai (KPT) perikanan 76,58%, lebih tinggi ketimbang triwulan II-2020 sebesar 66,39%. Angka ini mengindikasikan industri perikanan nasional tak dihantui krisis bahan baku ikan. Begitu pula SBT tenaga kerja perikanan triwulan II-2021 sebesar -0,06%, lebih tinggi dibandingkan periode sama 2020 sebesar -0,26%.
Nilai ini diperkirakan turun hingga triwulan III-2021 sebesar -0,18%. Berarti penggunaan tenaga kerja sektor perikanan hingga triwulan II-2021 diperkirakan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga sektor perikanan prediksi turun drastis dan terjadi pengangguran.
Selanjutnya, analisis tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir diukur dari Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebesar 104,38 dibanding periode sama 2020 sebesar 98,80. Sementara, NTPi, triwulan II-2021 sebesar 102,54, juga melonjak drastis dari 99,55 dalam periode sama 2020.
Padahal, negara tujuan ekspor komoditas perikanan seperti Amerika Serikat (AS) yang bukukan transaksi sebesar USD1,1 miliar (44,4%) dari total nilai ekspor. Disusul Tiongkok sebesar USD382,9 juta (14,8%) dari nilai ekspor total dan Jepang sebesar USD278,9 juta (10,8%). Kemudian negara-negara ASEAN sebesar USD270,1 juta (10,4%), Uni Eropa sebesar USD132,0 juta (5,1%), dan Australia sebesar USD55,2 juta (2,1%).
Sementara, nilai ekspor komoditas udang mencapai USD1 miliar atau 40,1% terhadap total nilai ekspor. Kemudian, tuna, cakalang, tongkol sebesar USD334,7 juta (12,9%), cumi, sotong, gurita sebesar USD268,6 juta (10,4%), rajungan, kepiting sebesar USD256,6 juta (9,9%), rumput laut sebesar USD144,6 juta (5,6%) dan layur sebesar USD44,2 juta (1,7%).
Kemudian, menurut koran tempo, 2021 per Agustus, ekspor kategori ikan layur (13,37%), kerapu (19,77%), ikan hias (22,49%), lobster (24,87%), baraccuda (27,28%), bulu babi (29,21%), kakap merah (31,56%), mutiara (37,61%), ubur-ubur (39,55%), ikan pari (43,86%), sirip hiu (70,51%), sea bream (150,10%), cobia (159,98%) dan ikan pipil (43,56%).
Padahal menurut data ITC, 2021 per November menyebutkan, kontribusi terbesar ekspor perikanan Indonesia triwulan II-2021 tetap didominasi udang, tuna, tongkol, cakalang dan mengalami penurunan drastis sehingga volume triwulan II-2020 hanya 12,20% dibandingkan triwulan II- 2020. Begitu pula ekspor udang triwulan II-2021 turun 2,36% dibandingkan triwulan II-2020.
Namun, data yang disuguhkan diatas sangat kontra produktif dengan hasil Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga Juli-November 2021 ini, baru capai Rp324,79 miliar (33,93%) dari target dalam APBN 2021 sebesar Rp957,19 miliar. PNBP perikanan hingga November 2020 capaiannya Rp358,50 miliar (39,82%) dari target APBN 2020 sebesar Rp900,4 miliar.
“Artinya, tidak seimbang dan tidak cocok sama sekali antara nilai ekspor, NTN, NTPi dan PNBP yang dicapai. Logikanya tak masuk akal. Berarti peraturan PP No 85 tahun 2021 tentang kenaikan PNBP tidak berdampak sama sekali akan pertambahan nilai pemasukan pendapatan bukan pajak maupun kesejahteraan masyarakat pesisir,” tekan Rusdianto.
Data Kemenkeu, 2021 diketahui pertumbuhan PNBP sangat negatif -8,65% dibandingkan hingga Juli 2020 sebesar 25,7%. Artinya, PNBP perikanan tidak optimal dan semakin merosot. Justru menariknya, investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) justru melonjak 58,98%, dari Rp191,4 miliar (triwulan I-2021) naik menjadi Rp415,9 miliar (triwulan II-2021).
Faktanya, tidak selalu positif karena investasi domestik jauh lebih ketimbang asing. Setidaknya, penelitian Wiradana et al (2021) bahwa transportasi laut yang berperan dalam rantai pasok (supply chain) mengalami penurunan ekspor dan impor kargo hingga 14-18% ke Tiongkok, Singapura dan Korea Selatan selama pandemi Covid-19. Otomatis rantai pasok ekspor maupun impor barang dan jasa kelautan terganggu.
Padahal, pemerintah kucurkan dana bantuan sebesar Rp123,46 triliun. Dana bantuan terdiri dari subsidi bunga Rp35,28 triliun, dana restrukturisasi Rp78,78 triliun, belanja Imbal Jasa Penjaminan (IJP) Rp5 triliun, jaminan modal kerja Rp1 triliun, PPh final ditanggung pemerintah Rp2,4 triliun, dan pembiayaan investasi kepada koperasi lewat Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kemenkop UKM Rp1 triliun.
Discussion about this post