Oleh: Ratni Kartini
Tahun 2021 akan segera dilewati, namun kasus korupsi semakin menjadi-jadi. Tercatat pada tahun ini, kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum pun jumlahnya luar biasa. Presiden Jokowi saat memberi sambutan dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis 9 Desember 2021 menyebutkan bahwa periode Januari sampai November 2021 Polri telah melakukan penyidikan 1.032 perkara korupsi.
Sementara itu, pada periode yang sama Kejaksaan melakukan penyidikan 1.486 perkara korupsi (www.kompas.com, 9 Desember 2021. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan empat penanganan kasus korupsi yang menyedot perhatian publik sepanjang 2021. Empat kasus terpopuler yang ditangani KPK sepanjang tahun ini, kasus bansos Covid-19, kasus di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Sulawesi Selatan serta kasus PT Dirgantara Indonesia (Www.inews.id, 24 Agustus 2021. Gurita korupsi semakin mencengkeram negeri. Berbagai upaya pemberantasan korupsi pun tak mampu mengatasi.
Seolah-olah korupsi sudah membudaya. Menjadi habit yang sulit dihilangkan. Makanya tidak heran ada ungkapan kalau dulu orang korupsi di bawah meja, tapi sekarang korupsi dengan meja-mejanya. Mengerikan bukan? Lalu bagaimana solusi untuk memberantasnya?
Korupsi Menggurita di Sistem Kapitalis Sekuler
Korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime dan dampaknya pun luar biasa. Sayangnya tidak ada satu pun sanksi yang memberikan efek jera. Bahkan terkesan memberi ruang kepada para koruptor untuk terhindar dari jerat hukum. Adanya diskon masa tahanan, membuat para koruptor lain melenggang leluasa melancarkan aksinya. Mereka menganggap kalaupun tertangkap, mereka bisa mengajukan banding. Begitulah hukum buatan manusia, membuat kasus korupsi semakin menggila.
Discussion about this post