Menurut aktivis asal Kepulauan Buton itu, terlapor sebelumnya adalah bagian para tergugat di Pengadilan Negeri (PN) Baubau dan pembanding di Pengadilan Tinggi Sultra.
Mereka diduga secara bersama-sama memanipulasi bukti dengan membuat dokumen Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 001** yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Baubau pada 2013 atas nama SM sebelum dibeli oleh LF.
“Seolah LF memiliki SHM sebidang tanah di Kelurahan Labalawa, Kecamatan Betoambari, Kota Baubau atau bagian dalam objek perkara yang dimenangkan para penggugat di Pengadilan Negeri Baubau. Namun, tidak ditarik dalam gugatan,” sebut Risman.
Pertimbangan tidak ditariknya SHM 001** atas nama LF dalam gugatan menyebabkan gugatan yang diputuskan di PN Baubau dan Pengadilan Tinggi Sultra a quo Mahkamah Agung menyatakan kurang pihak (plurium litis consortium) dan menyebabkan perkara belum memiliki kekuatan hukum tetap.
“Itu sangat merugikan para penggugat yang telah memenangkan perkara pada tingkat pengadilan sebelumnya,” tegas Risman.
Discussion about this post