Jika mencermati permasalahan banjir yang dikemukakan oleh salah seorang warga setempat disebabkan adanya kerusakan lingkungan, dimana pohon-pohon yang awalnya banyak namun akhirnya habis karena tertimbun tanah timbunan.
Hal ini menunjukan bahwa kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan masih rendah apalagi fungsi pohon-pohon tersebut untuk menyerap air kedalam tanah.
Sesungguhnya permasalahan banjir bukan hanya terjadi di kabupaten Muna Barat akan tetapi sudah menjadi langganan banyak daerah di Indonesia jika musim penghujan datang. Semestinya pemerintah sudah menyiapkan berbagai solusi pencegahan dan penanggulangan banjir.
Pembangunan infrastruktur yang tidak sesuai, rusaknya lingkungan akibat alih fungsi lahan, perombakan hutan, kesadaran masyarakat yang rendah serta perilaku buruk masyarakat yang membuang sampah ke sungai sehingga merusak sungai, menjadi faktor yang mendominasi munculnya masalah banjir.
Selain itu, pembangunan yang tidak mengikuti kaidah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terutama di wilayah dataran rendah. Hal inilah yang seringkali menyebabkan hujan kiriman dari wilayah dataran tinggi tak mampu diserap hingga menyebabkan banjir.
Berbagai penyebab yang ada sehingga memberikan dampak pada timbulnya bencana banjir sesungguhnya hanya ada pada pemerintahan yang menerapkan sistem kapitalisme dimana segala sesuatunya dibuat berdasar pada untung rugi, tidak terkecuali dalam mengeluarkan kebijakan pencegahan dan penanggulangan banjir.
Kadiv Kajian dan Hukum Lingkungan WALHI, Dewi Puspa mengatakan, selama setahun potret krisis lingkungan tampak nyata dengan berbagai proyek yang diselenggarakan oleh pemerintahan, seperti alih fungsi hutan dan pertambangan.
“Hutan Indonesia sebagian besar dikelola mayoritas sebagai pertambangan. Dan berikutnya untuk alih fungsi hutan produksi,” ujar Dewi pada acara media gathering di Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Dia menjelaskan, menurut data ada 343 ribu hektar Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diberikan untuk sektor pertambangan dan 36 ribu hektar untuk non pertambangan.
Pemberian IPPKH untuk sektor pertambangan ini juga jauh lebih besar dibandingkan data konsesi IUP dalam kawasan hutan yang hanya 4,5 juta hektar.
Semestinya jika perombakan hutan, adanya alih fungsi lahan yang kemudian dijadikan sebagai industri, pembangunan infrastruktur dianggap sebagai penyebab banjir maka pemerintah tidak akan setengah hati dalam mengurus hal ini, bahkan tidak akan mengeluarkan izin pembangunannya.
Discussion about this post