Jika proses evaluasi APBD Provinsi di Kemendagri dengan seluruh perangkat dan instrumennya ternyata tidak mampu melakukan deteksi dini dan pencegahan praktik kolusi, korupsi, dan bancakan seperti tuduhan Tito, maka Dirjen Keuda dan Mendagri harus dicopot.
Keempat, bahwa jika ditemukan rencana kolusi, korupsi, bancakan dalam APBD Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, maka seluruh Kepala BPKAD dan Gubernur harus bertanggung jawab.
Jika Proses evaluasi APBD Kota/Kabupaten di BPKAD seluruh provinsi dengan seluruh perangkat dan instrumennya ternyata tidak mampu melakukan deteksi dini dan pencegahan praktik kolusi, korupsi, dan bancakan seperti tuduhan Tito, maka seluruh Kepala BPKAD dan Gubernur harus dicopot dan mundur.
Kelima, bahwa terdapat inkonsistensi Tito karena melakukan pembiaran terhadap Ahmad Fatoni, Pj. Gubernur Sumut dan Bobby Nasution Gubernur Sumut melakukan enam (6) kali perubahan hingga (20/5/2025) terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Penjabaran APBD TA. 2025 tanpa adanya tugas mandatori.
Maka pembiaran Tito terhadap Ahmad Fatoni dan Bobby Nasution melakukan pergeseran-pergeseran anggaran tanpa melalui pembahasan antara TAPD dan Banggar DPRD adalah pelanggaran hukum.
Keenam, bahwa pernyataan Tito tentang praktik kolusi, korupsi, bancakan dalam pembahasan dan penyusunan APBD antara kepala daerah dan DPRD membuat pemerintah daerah semakin terpuruk. Maka Tito perlu menjelaskan secara detil dan rinci, mengumumkan secara terbuka daftar kepala daerah dan DPRD yang melakukan praktik kolusi, korupsi, dan bancakan untuk dijadikan pintu masuk oleh aparat penegak hukum memulai melakukan penyelidikan.
Ketujuh, bahwa pernyataan (tuduhan) Tito pasti bukan disinformasi, fitnah dan kebencian kepada kepala daerah dan DPRD. Maka KPK dapat menjadikan pernyataan Tito untuk melakukan pemeriksaan terhadap seluruh kepala daerah, jajarannya dan DPRD, serta Mendagri dan jajarannya yang terlibat dalam pembahasan, penyusunan dan evaluasi APBD yang disebut Tito terdapat praktik kolusi, korupsi, dan bancakan.
Kedelapan, bahwa Presiden Prabowo harus memecat Tito sebagai Mendagri karena tidak mampu, dan membiarkan terjadinya praktik kolusi, korupsi, dan bancakan dalam pembahasan, penyusunan APBD oleh kepala daerah dan DPRD, serta evaluasi APBD.
Pernyataan Tito menegaskan bahwa dugaan pemufakatan jahat antara kepala daerah dan DPRD bukan pada tunjangan perumahan, tunjangan transportasi, tunjangan komunikasi yang sah, tetapi pada praktik kolusi, korupsi dan bancakan APBD.
Presiden Prabowo harus menjadikan pernyataan Mendagri Tito untuk segera melakukan “radical break” dalam membenahi Kabinet Merah Putih.(***)
Penulis adalah Presidium Kornas, Presidium Prima, Direktur Eksektif IG-Watch
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post