Di Rempang, keadilan telah lenyap. Di mata presiden, masyarakat Rempang dengan sejarah dan peradaban Melayunya yang telah berusia ratusan tahun, dianggap tidak penting. Investor lebih penting. Masalah dianggap remeh oleh pemerintah, mereka bilang “ini hanya masalah komunikasi”, bahkan menakut-nakuti dengan “kita akan bulldozer yang menghalangi”, “kita akan piting satu-satu”.
Sebagian lain bersikap apologi dengan mengatakan “ini bukan penggusuran tapi pengosongan”, atau “mereka tidak punya sertifikat”. Sekali lagi, masihkah ada hati nurani di antara mereka?
Rakyat Rempang tidak menolak investasi. Namun mereka menolak untuk direlokasi, dan itu harga mati. Mereka telah ratusan tahun tinggal di sana. Relokasi akan mematikan kehidupan mereka yang telah terbiasa melaut. Luas 16 kampung tua itu sebenarnya tak lebih dari 10% wilayah proyek. Tanpa relokasi pun proyek tetap bisa berjalan. Namun memang dasar yang namanya serakah, tidak pernah ada batasnya.
Kami sebagai sesama anak bangsa, meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan rencana penggusuran warga Rempang, dan mengembalikan hak-hak serta kehidupan mereka seperti sedia kala. Rakyat di atas segalanya adalah mutlak tidak dapat diganggu gugat. Masih ada waktu seorang presiden Jokowi untuk menepati janji yang pernah diucapkan di dalam sumpah presiden yang sangat sakral tersebut.(***)
Banda Aceh, 20 September 2023
Penulis adalah Ketua Umum DPP Partai Ummat
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post