Pandangan Islam Terkait Kasus KDRT
Islam memiliki hukum yang bersifat komprehensif dalam menyelesaikan problem manusia, termasuk didalamnya masalah KDRT. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 21 yang artinya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaannya, ialah Allah Swt. menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang”.
Pun Islam jelas memahami tujuan pernikahan ialah menggapai rida Allah SWT., sehingga yang menjadi landasan adalah akidah Islam, sehingga membentuk keluarga yang sakinah mawadah warahmah dan menciptakan generasi salih dan salihah.
Tak hanya itu, adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, instrospeksi diri dan tidak saling menyalahkan merupakan hal yang penting. Pun tadib suami kepada istri ketika terjadi nusyuz atau pembangkangan. Islam memerintahkan suami menggunakan berbagai sarana yang bisa mengurangi sikap keras istrinya dikarenakan sikap nusyuz mereka, namun perlu digaris bawahi, yakni tidak dengan kekerasan fisik.
Di samping itu, mendatangkan juru damai yang dipercaya. Dalam kasus ini negara dalam sistem peradilannya pun harus menghadirkan juru damai terpercaya sebagai penengah.
Seperti firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 35 yang artinya, “Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
Namun sayang sistem sekuler saat ini membuat umat jauh dari agamnya, sehingga berbagai krisis terjadi seperti krisis politik yang berujung konflik, krisis ekonomi, moral, budaya, sosial dan lainnya. Hal tersebut sedikit banyak akan berdampak pada kehidupan keluarga saat ini.
Berbeda halnya pada saat sistem Islam diterapkan secara keseluruhan termasuk masalah pernikahan. Mulai dari era kepemimpinan Rasulullah Saw. di Madinah hingga ke era kekhalifahan Turki Utsmani, walau masih ada kasus perceraian namun sangatlah kecil.
Seperti yang disampaikan oleh profesor sejarah Amerika RC Jennings dalam tulisannya “Women in Early 17th Century Ottoman Judicial Record The Sharia Court of Anatolian Kayseri” beliau mendapati 10.000 catatan pengadilan Utsmani dari abad ke 17.
Kesimpulannya adalah perempuan Utsmani menggunakan pengadilan secara teratur untuk mempertahankan hak-hak pribadi dan hak milik mereka dilindungi dari kekerasan dan pernikahan paksa. Secara finansial diurus oleh suami dan keluarga mereka. Mereka dapat mengajukan perceraian, dan hak-hak mahar dan warisan mereka tetap dilindungi.
Oleh karena itu, kehidupan umat manusia akan ideal jika penerapan Islam secara menyeluruh dilakukan mulai institusi paling kecil yaitu keluarga sampai institusi paling besar yaitu negara, sehingga sakinah mawadah warahmah dapat teraih. Pun keluarga yang terikat syariat dalam menjalani kehidupan rumah tangga akan menjadi keluarga muslim pembangunan peradaban. Wallahu a’lam.(***)
Penulis: Freelance Writer
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post