Oleh: M. Ridwan Badallah
Disekitar pusaran alam sadar kita akan menerawang sebuah pikiran bahwa niat luhur bapak Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi untuk mempersembahkan kedaulatan budaya di negeri kepulauan dengan beragam budaya serta akulturasinya yang damai, rukun dalam berkehidupan sosial.
Diskusi tentang kedaulatan budaya di Sultra dilaksanakan secara Webinar, Sabtu malam 8 Agustus 2020 itu terkait mengangkat budaya Sultra dan pengangkatan Sultan Himayatuddin Muhammad Saydi yang dikenal dengan gelar La Karambau atau Oputa Yi Koo sebagai Pahlawan Nasional.
Acara Webinar tersebut dibuka langsung oleh bapak Gubernur Sultra H. Ali Mazi sekaligus bersama bapak Walikota Baubau AS Thamrin sebagai keynote speaker.
Diskusi terkait penelusuran budaya dan arkeolog di tanah Sultra tentunya sangat menarik untuk terus dikaji salah satunya mengangkat masalah budaya Buton, sejarah pengkhianatan bangsa Buton dan sampai kembalinya bangsa Buton sebagai pejuang tanah air (Nusantara) dengan dimulainya gerilya pertama yang dilakukan oleh La Karambau dalam mengusir kolonial Belanda di Bumi Nusantara khususnya pulau Buton.
Yang menarik menurut kasat batin dan naluri akademis saya sebagai peserta dalam acara itu, bukanlah rasa heroisme sama akan terpilihnya Sultan Himayatuddin sebagai Pahlawan Nasional, tetapi lebih kepada sebuah keberhasilan gagasan bapak Gubernur dalam membentuk Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Dimana salah satu tugas TGUPP yakni mengeksplorasi dan mengembalikan sejarah dan budaya tua di Sultra menjadi warisan budaya berbenda dan tak berbenda yang nantinya menjadi catatan sejarah di UNESCO.
Selain itu, menjadi tugas berat TGUPP dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Sultra dalam mengenakkan budaya tersebut kepada masyarakat dan generasi muda di Sultra khususnya dan di Indonesia secara umum bahwa Sultra adalah bangsa dengan budaya yang besar dan damai.
Discussion about this post