Ini menunjukkan bahwa pernikahan membutuhkan banyak persiapan, bukan hanya soal materi, tetapi juga sikap dan mental dari seseorang harus betul-betul siap. Modal cinta dan materi bukanlah hal utama dalam membina rumah tangga karena cinta akan tumbuh dengan sendirinya dan rezeki akan terbuka lebar setelah aqad nikah.
Setiap keluarga seharusnya memiliki landasan berpikir dalam menjalankan bahtera rumah tangganya yaitu menjadikan Islam dengan seperangkat aturannya sebagai pondasi hidupnya. Sehingga untuk mengambil keputusan terkait konflik yang dihadapi dalam rumah tangganya betul-betul telah menghadirkan Allah sebagai penolongnya.
Hakikatnya kehidupan keluarga muslim adalah kehidupan yang bahagia dan tenteram. Sebab, Allah SWT menetapkan atas diri manusia kasih sayang sesama. Allah menghadirkan rasa cinta dan sayang dalam ikatan pernikahan.
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Dalam Islam, masalahnya bukan lebih dan kurang antara laki-laki dan perempuan. Masalahnya adalah penentuan tugas-tugas yang sesuai tabiat masing-masing. Tabiat perempuan sebagai ibu maka di dalam diri perempuan diciptakan sumber-sumber pendorong kecintaan, kasih sayang dan kelembutan lebih dalam dari apa yang ada di dalam laki-laki.
Sementara dalam urusan kehidupan yang lebih memerlukan penggunaan akal dan pengambilan keputusan untuk mengarungi bahtera rumah tangga maka islam menjadikan itu sebagai tanggung jawab laki-laki.
Discussion about this post