Namun dalam sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini, “jauh panggang dari api”. Negara yang harusnya memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab dalam pemenuhan rakyatnya, justru hanya berfungsi sebagai regulator semata.
Dalam sistem ekonomi kapitalis, negara juga tidak boleh ikut campur dalam urusan perekonomian. Sehingga, tata kelola perekonomian dimainkan oleh para korporasi dan segelintir orang, mulai dari produksi, distribusi, permainan harga dan lainnya.
Alhasil rakyat akan menjadi korban dengan permainan-permainan yang hanya berlandaskan materi semata. Selain itu fungsi pengawasan pasar pun tidak dilakukan, akibatnya banyak oknum-oknum yang bermain di dalamnya. Hingga harga melambung tinggi sampai tidak terjangkau oleh rakyat kecil.
Tak hanya itu, pendistribusian pangan yang tidak merata pun menjadi persoalan di dalam negeri ini. Banyak warga pelosok yang tidak mendapatkan pasokan pangan tersebut, walaupun mereka mendapatkannya pun harus dengan harga yang mahal.
Padahal pangan adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang harusnya dipenuhi oleh negara dengan murah dan mudah terjangkau. Inilah potret buram pengurusan rakyat dalam sistem kapitalisme. Rakyat hanya menjadi tumbal-tumbal penguasa dalam penerapan kebijakan mereka. Sungguh miris.
Oleh karena itu, sudah saatnya rakyat sadar dan kembali pada tatanan kehidupan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Di mana, tatanan tersebut mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, baik muslim maupun non muslim selama kurang lebih 13 abad. Tatanan itu tidak lain adalah sistem Islam.
Dalam Islam, pemimpin menunaikan kewajiban mereka sebagai periayah umat. Pembuatan kebijakan disandarkan pada hukum syara dan kemaslahatan rakyat menjadi prioritas utama dalam menetapkan kebijakannya.
Kebutuhan pangan merupakan hal yang urgen yang wajib dipenuhi oleh negara, maka sebab itu pemimpin dalam sistem benar-benar memastikan jika tidak ada rakyatnya yang kelaparan, bahkan mereka tak segan-segan berkeliling kota pada malam hari untuk melihat apakah rakyatnya sudah tidur dalam keadaan kenyang atau tidak. Sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab.
Pada masa itu, jazirah Arab sedang dilanda paceklik. Musim kemarau berjalan cukup panjang, membuat tanah-tanah di sana gersang. Khalifah Umar bin Khattab kala itu tengah memimpin umat Islam menjalani tahun yang disebut Tahun Abu.
Disaat itu, khalifah Umat sangat khawatir jika rakyatnya hingga kelaparan dan mengalami kehancuran pada masa kepemimpinan, hingga ia mengupayakan berbagai macam cara untuk mengatasi musim paceklik seraya berdoa kepada Allah untuk mengeluarkan rakyatnya dari penderitaan yang mendera mereka.
Khalifah Umar pada masa tersebut rela untuk tidak menyantap daging, samin dan susu untuk perutnya, karena Beliau khawatir jika persediaan makanan berkurang untuk rakyatnya. Ia hanya memakan sedikit roti dan minyak zaitun. Tak hanya itu, khalifah Umar keluar masuk kampung untuk mengetahui kondisi kehidupan rakyatnya. Ia sangat khawatir jika ada rakyatnya yang kelaparan.
Sehingga pada suatu malam, ia berkeliling di kampung terpencil bersama sahabatnya Aslam. Pada saat berkeliling Ia dan sahabatnya mendengar suara anak kecil yang sedang menangis. Seketika Khalifah Umar mencari sumber suara dan mendapati ada anak kecil yang menangis.
Discussion about this post