Oleh: Zarmin, S.Pd
Wacana penundaan pemilihan serentak 2024 yang menjadi perbincangan elit politik maupun masyarakat luas akhirnya terbantahkan. Hal itu menyusul dikeluarkannya peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022. Adanya peraturan tersebut dipastikan tidak akan ditundanya Pemilu 2024 mendatang.
Dimulainya tahapan tersebut, besar harapan masyarakat negeri ini pada Pemilu 2024 mendatang saat memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD dan DPRD berjalan sesuai dengan yang diamanatkan oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022 pasal 2, di mana Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Untuk mewujudkan itu dibutuhkan partisipasi semua pihak untuk ambil andil didalamnya, terutama Penyelenggara Pemilu harus melaksanakan Pemilu berdasarkan pada asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip, mandiri; jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien serta aksesibel.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga penyelenggara Pemilu sesuai yang diamanatkan UU, yakni pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 untuk mencegah, mengawasi dan menindak pelanggaran serta penyelesaian sengketa proses Pemilu. Bawaslu memiliki peran penting dan vital untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas dan demokratis.
Hanya saja untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis dan berkualitas dibutuhkan kerja-kerja kolektif terintegratif mengingat jumlah pengawas penyelenggaraan Pemilu tidak sebanding dengan obyek pengawasan yang dilakukan oleh pengawas Pemilu, baik obyek pengawasan Pemilu bersifat internal maupun eksternal.
Misalnya saja penyelenggara Pemilu yang merupakan obyek internal yang patut diawasi kerjanya. Sebab masih ditemukan cara-cara kerja yang tidak profesional, tidak netral dan cenderung menurunnya integritas sebagai penyelenggara Pemilu.
Belum lagi dihadapkan dengan pengawasan yang dilakukan secara eksternal bagi mereka berstatus ASN, TNI dan Polri dalam hal menjaga netralitasnya dan melakukan mobilisasi serta intimidasi termasuk black campaign, isu SARA juga minimnya peserta Pemilu yang taat asas dalam proses kontestasi.
Semua faktor pendorong itulah yang akan mencederai Pemilu demokratis. Oleh karena itu, kerja-kerja pengawasan tidak hanya menjadi domain kerja Badan Pengawas Pemilu saja melainkan harus melibatkan masyarakat secara partisipatif untuk ikut melakukan pengawasan Pemilu.
Namun demikian, sebagai penyelenggara pengawas Pemilu, Bawaslu harus menjadi yang pertama dalam mewujudkan pengawasan partisipatif untuk mendorong masyarakat secara bersama-sama melakukan pengawasan guna mewujudkan Pemilu yang jauh dari praktek menghalalkan segala cara memenuhi hasratnya.
Keterlibatan masyarakat dalam proses Pemilu secara partisipatif bertujuan agar masyarakat juga mau dan ikut berkolaboratif untuk mengawasi proses Pemilu tersebut. Tujuannya untuk memastikan kepada meraka yang berprofesi ASN, TNI dan Polri juga termasuk perangkat desa serta pegawai BUMN dan BUMD tidak melibatkan diri menjadi pelaku politik praktis. Namun, mampu menjaga netralitasnya.
Larangan sejumlah pihak tersebut, semuanya diatur dalam regulasi kita. Misalnya saja dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 pasal 5 huruf n PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon anggota DPRD dalam Kampanye.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Pasal 28 Ayat (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Untuk TNI, dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, pasal 39 menyebutkan bahwa prajurit dilarang terlibat dalam; (1) kegiatan menjadi anggota partai politik (2) kegiatan politik praktis.
Discussion about this post