Kemudian pelarangan penggunaan kompresor dan snorkel dan tidak memiliki kepastian hukum, karena regulasi mulai dari UU Perikanan, UU Kelautan, Perpu hingga Perda mengatur pelarangan penggunaan alat tangkap yang merusak, seperti kompresor dan lainnya.
Nelayan penyelam sering menjadi sasaran dan amukan aparat ditengah laut, mulai dari masalah izin kapal penangkap, izin penangkapan ikan, hingga diteror, dirazia, dan dikejar di laut. Hal ini dianggap sangat merugikan nelayan penyelam.
Padahal, pemerintah bisa pertimbangkan aspek kajian pengunaan kompresor secara ilmiah. Bisa melibatkan kampus-kampus dan para teknisi akademi untuk mengkaji, apakah kompresor dan snorkel itu merusak atau tidak.
Mengapa begitu penting harus uji petik (kajian) ilmiah tentang kompresor dan snorkel? karena penggunaan juga terkandung masa depan dan hidup keluarga nelayan yang harus menjamin anak-anak bersekolah dan beraktivitas untuk meraih masa depannya seperti para generasi yang lainnya.
Populasi nelayan Penyelam, tidak masuk hitungan dalam Data Badan Pusat Statistik maupun hitungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pasalnya, KKP dan BPS menghitung jumlah nelayan berdasarkan kapal penangkap dan jumlah pendaratan ikan.
Pemakai Kompresor dan Snorkeling tidak dihitung, karena kompresor dan Snorkeling dianggap memakai alat kategori merusak lingkungan. Padahal pasokan hasil tangkapan ikan, lobster, gurita, cumi-cumi adalah berasal dari nelayan Penyelam kompresor dan Snorkeling. Kategori pendapatan mereka nomor urut kedua dari hasil tangkapan kapal-kapal penangkap ikan.
Kajian dari KKP pada kurun 10 tahun terakhir, rumah tangga nelayan di Indonesia terus menurun dari 1,6 juta menjadi 800 ribu kepala keluarga. Diakibatkan oleh Ilegal Fishing yang terjadi terhadap sumber daya alam berupa ikan oleh negara lain baik secara resmi ataupun ilegal.
Tentu, klaim menurun berdasar pada hasil sensus sepuluh tahun terakhir. Dengan adanya penyerobotan penangkap ikan dari negara lain, kesejahteraan nelayan Indonesia berkurang akibat minimnya tangkapan. Sehingga, menyebabkan banyak nelayan di Indonesia yang beralih ke profesi lainnya.
Para nelayan banyak yang beralih profesi menjadi buruh, tukang becak, hingga berpindah ke daerah lain. Padahal laut Indonesia masih sangat luas dan ikan masih sangat melimpah.
Faktor lainnya adalah nilai jual tangkapan nelayan di Indonesia tergolong rendah. Sehingga, lagi-lagi kesejahteraan para nelayan masih minim. Sehingga, mereka memilih profesi lainnya yang dianggap menjanjikan.
Program pemerintah menargetkan Indonesia memiliki 1 juta nelayan dalam program Nelayan Berdaulat. Karena Indonesia merupakan negara besar yang terdiri dari 70 persen wilayah laut.
Penduduk 269 juta. GDP 1,1 triliun dolar Amerika Serikat (AS). Data United Nations Development Programs (UNDP) pada tahun 2017 sebesar 2,5 triliun dolar Amerika Serikat per tahun dan baru dapat dimanfaatkan sebesar 7 persen karena minimnya teknologi.
Discussion about this post