Oleh: La Deni, S.H
Catatan sejarah perkembangan negara Indonesia tidak terlepas dari kontribusi media massa. Alasan inilah sehingga pers diposisikan sebagai pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Akan tetapi, tak jarang opini publik sering kali mengaitkan peran media massa dengan kepentingan kelompok atau terkontaminasi dengan kepentingan politik praktis.
Tudingan tersebut bisa saja terjadi disebabkan karena produk jurnalistik wartawan tidak kompeten. Opini grasa grusu pers tidak independen masih melekat dalam benak kita pada perjalanan pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) beberapa dekade terakhir.
Dalam perjalanan mengawal demokrasi, pers selalu diperhadapkan dengan tantangan yang mengancam nilai idealisme. Pada titik inilah marwah pers sangat dibutuhkan agar tetap independen dalam menjaga demokrasi berjalan sesuai jalurnya. Peran pers bukan saja mendukung demokrasi prosedural, tetapi juga demokrasi subtansial.
Dalam mengawal dinamika dikancah politik pemilu, pers harus berdiri sebagai penengah bagi peserta pemilu, penyelenggara dan masyarakat, serta berada di garda terdepan dalam melawan kekacauan informasi atau berita hoaks dengan cara memproduksi berita yang adil, berimbang dan mencerdaskan pemilih atau masyarakat luas sehingga kualitas Pemilu tetap terjaga dengan baik.
Dikutip dari laman Dewan Pers yang ditulis Ichlasul Amal (17 November 2008), pers memiliki peran penting dalam menyebarluaskan informasi (sosialisasi) mengenai proses dan ketentuan pemilu, kinerja peserta pemilu, serta hak dan kewajiban pemilih. Melalui peran tersebut pers ikut aktif melakukan pendidikan politik, yaitu membantu masyarakat menentukan pilihan politik mereka.
Selain itu pers juga berperan penting dalam melakukan kontrol atas pelaksanaan pemilu, dengan melaporkan praktik-praktik curang sejak awal tahapan hingga akhir Pemilu digelar.
Pemilu tidak akan membawa perbaikan, jika publik tidak mendapatkan informasi yang benar dan berimbang menyangkut sistem pemilihan serta kualitas pasangan calon dan calon anggota DPR RI, DPD, DPRD provinsi, kabupaten/kota. Informasi melalui pers terhadap pelaksanaan pemilu dan kualitas calon adalah sarana bagi publik untuk melakukan fit and proper test guna menjatuhkan pilihan terhadap calon pemimpinnya.
Hal ini bisa terlaksana dengan baik apabila pers melaporkan berita secara benar dan profesional. Untuk menjaga kualitas pemilu 2024 yang waktunya hanya tinggal setahun, pers maupun wartawan paling tidak mengedepankan dan menaati kode etik dan regulasi sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan UU Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu.
Menaati Kode Etik Jurnalistik
Dalam melaksanakan tugas jurnalistik, wartawan berkewajiban menaati 11 pasal kode etik sebagai implementasi dari kemerdekaan pers yang menyadari adanya kepentingan bangsa dan tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat dan norma-norma agama.
Hal ini wajib dilakukan agar pemberitaan mengenai Pemilu dapat mendidik masyarakat. Secara spesifik kode etik jurnalistik mengatur tata cara pers mengemukakan pendapat secara merdeka untuk memenuhi hak publik dalam memperoleh informasi.
Discussion about this post