Selain perselingkuhan terjadi akibat dari sistem aturan yang berlaku dan diperparah lagi dengan terkontaminasinya kaum muslimin dengan tsaqofah asing dari para penjajah musuh-musuh Islam yang senantiasa terus menerus menghancurkan Islam yakni melalui ghazul fikri (perang pemikiran) dari semua sendi-sendi kehidupan termasuk dalam sistem sosial yakni hubungan antara laki-laki dan perempuan yang mengikuti gaya barat sekuler.
Kondisi ini adalah hal yang wajar dalam sistem sekuler kapitalis di mana manfaat dan kesenangan jasmani menjadi tujuan. Bebasnya sistem sosial/tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan, rusaknya sistem pendidikan, bebasnya mengakses media sosial, yang dilandasi sekulerisme kapitalis memudahkan terjadinya perselingkuhan.
Maraknya perselingkuhan menunjukkan rapuhnya ikatan pernikahan dan bangunan keluarga. Dalam pidana sistem sekuler tidak memiliki hukuman tegas seperti dalam KUHP, perzinaan menjadi delik aduan. Artinya jika tidak diadukan oleh suami, istri, orang tua, atau anaknya maka tidak ada masalah. Pidananya pun cukup ringan hanya 1 tahun atau denda Rp10 juta, bila salah satunya terikat ikatan perkawinan.
Ini dapat dilihat pada Pasal 415 ayat (1) “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istri dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp.10 Juta),” ayat (2), “Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau b. Orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan”.
Pasal-pasal tentang perzinaan (perselingkuhan) ini masih membuka peluang bagi masyarakat yang melakukannya secara suka sama suka. Di pasal 424, ada ancaman bagi orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain untuk melakukan perbuatan cabul dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun penjara.(Media Umat | Edisi 315, 9 -22 Dhulhijjah 1443 H/8 – 21 Juli 2022, Hal 6).
Hal ini berbeda dengan sistem Islam dimana Islam menjadikan pernikahan sebagai ibadah, bahkan perjanjian kuat dihadapan Allah SWT. Karena itu pernikahan bukan hanya untuk meraih kesenangan semata, namun ada tujuan mulia lainnya yang harus dijaga agar kehidupan masyarakat tetap dalam kemuliaan dan kesucian.
Islam tidak hanya menjadikan keberlangsungan pernikahan wajib dijaga oleh pasangan suami istri, melainkan juga oleh negara yang diatur oleh sistem Islam.
Perselingkuhan dalam pandangan Islam merupakan perbuatan maksiat yang diharamkan oleh Allah SWT. Bahkan pelakunya diancam dengan siksa api neraka. Dalam pandangan Islam perselingkuhan memiliki hukuman yang tegas bagi para pelaku perselingkuhan. Sanksi dalam pidana Islam bersifat Zawajir (membuat jera di dunia) dan Jawabir (menghapus dosa di akhirat).
Jadi sistem pidana Islam itu berdimensi dunia dan akhirat. Sedang sistem pidana sekuler jelas hanya berdimensi dunia saja. Sistem sekuler memang sangat cetek (dangkal) dan picik wawasan dan dimensinya.
Sifat zawajir itu, artinya sistem pidana Islam akan membuat jera manusia sehingga tidak akan melakukan kejahatan serupa. Misalnya dengan menyaksikan hukuman rajam, yaitu dilempar batu sampai mati jika pelakunya sudah menikah (muhsan). Jika pelakunya belum menikah (ghairu muhsan), sanksinya dicambuk 100 kali cambukan dan dapat ditambah pidana pengasingan (taghrib) selama satu tahun.
Dengan ini akan membuat anggota masyarakat enggan untuk melakukan perselingkuhan (kemaksiatan). Sedang sifat zawabir, artinya sifat pidana Islam akan dapat menggugurkan dosa seorang muslim di akhirat nanti.
Dalam peristiwa Baiat Aqabah II, Rasulullah SAW menerangkan bahwa barang siapa yang melakukan suatu kejahatan, seperti berzina, mencuri, dan berdusta, lalu ia dijatuhi hukuman atas perbuatan itu, maka sanksi itu akan menjadi kaffarah (penebus dosa) baginya (HR.Bukhari, dari Ubadah bin shamit ra).
Dalam sistem Islam, kalau orang melakukan perselingkuhan atau perzinahan lalu dihukum sesuai dengan kemaksiatan yang dilakukan, di akhirat Allah tidak akan menyiksanya lagi akibat perselingkuhan yang dilakukannya di dunia. Hukuman yang diberikan sesuai dengan aturan Islam sudah menebus dosanya itu. Tapi dalam sistem pidana sekuler, sifat jawabir ini tidak ada. Nihil.
Jadi kalau seseorang melakukan perselingkuhan maka hukumannya dipenjara (bukan dilempar batu sampai mati jika pelakunya sudah menikah, dan dicambuk sebanyak 100 kali bagi yang belum menikah), di akhirat nanti masih akan diazab oleh Allah karena perselingkuhan yang dilakukannya di dunia. Wallahu A’lam.(***)
Penulis adalah Pemerhati Sosial
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post