Meskipun dengan dalih melestarikan warisan budaya, namun tetap saja ritual itu merupakan hal yang mengandung unsur syirik. Terserah bahwa acara tersebut ditutup dengan doa menurut agama Islam. Namun, jika sudah mencampur aduk ritual keagamaan Islam yang suci dengan kegiatan berbau klenik, sebagai manusia yang beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, kita perlu bersikap dan menolak dengan jelas. Syirik adalah perbuatan dosa tak terampuni.
Hal tersebut menjadi lumrah. Pasalnya secara garis besar dalam koridor politik demokrasi tidak dikenal halal atau haram. Tidak dikenal iman atau syirik. Sebab, demokrasi berpijak pada liberalisme. Kebebasan individu mutlak ditentukan sendiri. Tanpa perlu kaidah agama. Demokrasi juga bisa menjadi jalan menuju kesyirikan dan pengabain penghambaan.
Politik klenik lahir dari sistem sekuler dan dari pemikiran kafir barat meyakini adanya Tuhan/agama namun urusan hidup cukup manusia sendiri yang mengaturnya karena agama hanya sebatas ibadah menghadap Tuhan (fasluddin ‘anil haya’).
Padahal, di dalam Islam jelas, praktik klenik itu membahayakan akidah umat Muslim karena klenik termasuk kemusyrikan dan bisa menghantarkan pelakunya pada kesyirikan.
Islam mendidik umatnya untuk senantiasa menjaga kemurnian keimanan akidahnya dengan لاتشرك بالله . Larangan mensekutukan Allah (Q.S Lukman 13) Karena syirik adalah dosa besar dan dosa yang tidak diampuni Allah.
Sementara meyakini selain Allah dengan membuat sesembahan, ritual, berupa menyatukan tanah dan air dari seluruh provinsi yang ada di negara ini dalam sebuah prosesi upacara kenegaraan dengan harapan dari ritual/prosesi itu mengharapkan keberkahan bumi menjadi tenang, damai rakyat hidup bernegara adalah perbuatan syirik, dosa besar dan tidak diampuni Allah. Berbanding terbalik dengan ritual demikian berarti mengundang murka Allah justru balak dan bencana yang akan menimpa umat.
Dalam perjalanannya, kurang lebih 14 abad selama kepemimpinan Islam memimpin dunia, hal-hal semacam ini tak kan dijumpai. Pasalnya para pemimpin yang disinergikan dengan sistem yang di emban benar-benar menjaga kemurnian ketauhidan kepada Sang Khaliq. Hal ini pula yg dapat melindungi rakyatnya dari praktik-praktik kesyirikan.
Olehnya, memperbaiki kualitas beribadah padaNya dengan tunduk taat aturanNya menjalankan aktifitas hidup berbangsa bernegara yang telah Allah atur dalam Al-qur’an sepaket Allah ciptakan Rosulullah sebagai tauladan Al-qur’an berjalan buat umat manusia mencontoh perbuatan Rosulullah sosok pemimpin ideal yang Allah ta’ala ridhoi.
Pemimpin seperti ini yang wajib diwujudkan sehingga umat pun tunduk taat atas kepemimpinannya sebagaimana Allah wajibkan dalam Q.S an-Nisa 59 : Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), serta Ulil Amri (pemimpin/pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 59).
Artinya dengan aturan Allah didaulatkan tanpa kesyirikan, pengaturan hidup sesuai Islam secara totalitas (daulah khilafah ala minhajunnubuwah) dibawah seorang pemimpin/kholifah yang dibaiat umat. Inilah yang menjadikan keberkahan di langit dan di bumi sebagai makhluk ciptaanNya, ikhlas atas diterapkannya aturan Allah di muka bumi. Wallahu ‘alam bishawwab.(***)
Penulis: Pegiat Literasi
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post