PENASULTRA.ID, JAKARTA – Idealnya, seorang calon wakil presiden tidak hanya muncul dengan kekuatan elektabilitas guna mendukung keterpilihan capresnya. Sesuai kebutuhan konstitusi, cawapres pun seharusnya datang dengan derajat konstitusionalnya yang bukan sekadar ‘ban serep’. Apalagi bila elektabilitas dan segenap kekuatan lain telah terkumpul mendukung kekuatan capresnya untuk bisa terpilih.
Hal tersebut dikemukakan pengajar pasca-sarjana ilmu politik Universitas Nasional (UNAS), Syafrizal Rambe, saat ditanya tentang kubu Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo yang terkesan lamban menentukan calon wakil presiden masing-masing. Khusus tentang Prabowo, menurut Syafrizal, yang dibutuhkan dari pendampingnya adalah seorang teknokrat berpengalaman.
Syafrizal menegaskan, dengan kian kompleksnya tugas konstitusional negara ke depan, prinsip meritokrasi menjadi hukum besi yang makin niscaya dalam urusan memilih sosok cawapres.
“Yang diperlukan Prabowo, dengan kekuatan Golkar dan jaringan SBY yang telah merapat dan mendeklarasikan dukungan, sejatinya adalah seorang teknokratis, intelektual, dan cendekiawan yang menguasai aspek ketatanegaraan serta kepemerintahan,” kata Syafrizal dalam keterangannya, Sabtu 30 September 2023.
Merujuk UUD 1945 sekaligus melihat diabaikannya fungsi wakil presiden dalam lima tahun terakhir, doktor ilmu politik yang pernah bertugas dua tahun di Ukraina itu menegaskan, meski konstitusi menyatakan tugas wapres adalah membantu presiden, tugas dan wewenangnya jauh lebih kompleks dibanding seorang menteri yang juga seorang pembantu presiden.
Untuk itulah, perlu dicari figur yang secara meritokrasi jelas mumpuni, mengerti segala hal yang bersangkutan dengan teknis penyelengaraan negara, seorang intelektual, sekaligus idealnya mewakili komunitas besar tertentu.
Tanpa ragu Syafrizal menunjuk Prof Yusril Ihza Mahendra memenuhi semua kriteria tersebut. Tidak hanya seorang teknokrat yang berpengalaman mendampingi setidaknya lima presiden, sejak Presiden Soeharto hingga SBY, Yusril juga piawai menata negara, membangun sistem kuat, dan menata birokrasi yang saat ini cenderung harus mengalami perbaikan serius.
Lebih-lebih lagi, sosok Yusril juga punya serenceng kelebihan, yakni ia mewakili dan mampu menjadi ikon wakil Sumatra dan kalangan Muslim modernis.
“Jadi, kalau tidak mau kita terjebak seolah meniadakan peran luar Jawa dalam pendirian dan pembangunan negeri ini, Prof Yusril adalah figur yang paling kuat mewakili kekosongan representasi itu,” kata Syafrizal.
Discussion about this post