Selain itu, ius operatum nya juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS (PP 42/2004) dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS (PP 53/2010). Jika menilik ketentuan PP 42/2004 akan ditemukan beberapa poin krusial berkait larangan PNS dalam kegiatan politik praktis, diantaranya:
Melakukan pendekatan kepada Partai Politik terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon. Mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon. Menghadiri deklarasi bakal pasangan calon, dengan atau tanpa atribut. Berfoto dengan pasangan calon. Memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain. Mengunggah foto atau menanggapi (like, share, komentar, dan sejenisnya) semua hal yang terkait dengan pasangan calon di media online dan media sosial. Menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan parpol.
Sedangkan dalam ketentuan Pasal 4 ayat (15) PP 53/2010 ditentukan bahwa PNS dilarang memberikan dukungan kepada Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan sala satu pasangan calon selama masa kampanye. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga dan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan netralitas ASN, maka Good Governance dapat terealisir jika memiliki aparatur pemerintah yang tidak memihak dan profesional. Pandangan tersebut sesuai dengan pameo “not the man but the man behind the gun”. Kemerdekaan ASN dalam berinovasi dan meningkatkan profesionalitasnya harus didukung. Salah satunya dengan penegakan etik netralitas ini.
Netralitas ASN berada pada rezim Administrasi Pemerintahan yang secara khusus diatur dalam Undang-undang tersendiri, maka semua penormaan berkait netralitas ASN yang ada diluar UU Nomor 5 Tahun 2014 seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada.
Mutatis Mutandis merujuk pada penormaan netralitas ASN yang ada di UU Nomor 5 Tahun 2014. Jika dibandingkan dengan UU Pemilu maupun UU Pilkada, ditemukan perbedaan yakni dari sisi penerapan sanksi. Pelanggaran netralitas ASN dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 dikenakan sanksi hanya sebatas sanksi administratif, sedangkan dalam UU Pemilu pun Pilkada mengandung dua jenis sanksi yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana.
Menukil ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu ditemukan sedikitnya ada 4 Pasal yang mengatur tentang larangan dan sanksi keterlibatan ASN dalam politik praktis, yakni : Pasal 280 ayat (2) huruf f, g dan h Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan ASN, Anggota TNI, Polri, Kades, Perangkat Desa. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi 2 Tahun penjara dan denda 24 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 521.
Pasal 280 ayat (3) setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ASN, Anggota TNI dan Polri dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye Pemilu”. Pelanggaran atas larangan aquo merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan denda 12 juta rupiah, sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan Pasal 494.
Pasal 282 Pejabat Negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye disebutkan dalam Pasal 490 khusus bagi kepala desa yang melanggar dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda paling banyak 12 juta rupiah sedangkan khusus pejabat dikonstruksi kedalam Pasal 547.
Pasal 283 ayat (1) Pejabat Negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil Negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, dan sesudah masa kampanye.
Discussion about this post