Tidak sampai disitu saja, daerah juga akan terkena dampaknya jika tambang ditutup. Daerah kehilangan pendapatan, karena investasi yang sudah mulai berjalan tidak terjaga dan dipertahankan. Akibatnya,
pembangunan berbagai sektor yang diharapkan tidak berjalan.
“Bagi teman-teman atau kelompok tertentu yang mendesak penghentian tambang karena putusan MA, coba dibaca dan dipahami substansi dari putusan MA tersebut. Putusan MA itu, sama sekali tidak menyebutkan penghentian operasional tambang, tidak ada itu,” tegas Marlion.
“Sebagai masyarakat Wawonii, kami justru mengkhawatirkan dampak sosial yang timbul akibat pernyataan-pernyataan yang tidak berdasar itu, justru membuat kondisi di Wawonii tidak kondusif. Padahal, selama ini, semuanya berjalan dengan baik, kondusif dan harmonis,” tambah dia lagi.
Marlion menilai, kehadiran perusahaan tambang di Pulau Wawonii tidak menyalahi ketentuan peraturan pemerintah. Justru kehadiran perusahaan tambang di Pulau Kelapa itu akan memberikan multiplier effect, baik dari sisi penyerapan tenaga kerja, pendapatan daerah serta pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat di daerah lingkar tambang dan Wawonii secara umum.
Menurut Marlion, secara hukum, kehadiran tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan tidak menyalahi peraturan yang berlaku. Pria yang sudah mendapatkan Sertifikasi Konsultan dan Pengacara Pertambangan itu juga mengungkapkan, dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 104 tahun 2022 menyebutkan bahwa Pulau Wawonii, termasuk dalam wilayah yang dapat dilakukan kegiatan pertambangan.
Selain Keputusan Menteri ESDM tersebut, Marlion menyatakan bahwa ada juga Perda yang dengan tegas menyebutkan setiap kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara boleh dilakukan kegiatan pertambangan.
Bahkan, dalam UU Nomor 27 tahun 2007 juga termaktub, apabila kegiatan pertambangan tidak menimbulkan dampak negatif, berupa kerusakan dan pencemaran atau merugikan masyarakat, maka kegiatan pertambangan dapat dilakukan.
Discussion about this post