Oleh: AMR
Ada tiga potensi kerawanan jika ke masjid-utamanya saat salat Jumat-menggunakan sandal jepit. Pertama, hilang. Kedua tertukar dan ketiga posisinya berpindah.
Hilang dan tertukar ini kerap jadi satu tim. Ada yang tak sadar memasukan kakinya ke sandal orang lain, lalu dibawa pulang dan meninggalkan sandalnya sebagai pengganti. Kalau alas kaki itu masih putih dan tebal, tidak masalah. Biasanya yang ditinggal sudah banyak bercak hitam. Ini yang pedis.
Kalau yang pindah posisi ini kejadiannya karena ada saudara sesama muslim yang saat ke masjid memakai sepatu, maka ia “meminjam” sandal jepit yang ada untuk ke tempat wudu (bukan wudhu).
Biasanya, saat kembali, ia lupa dimana posisi awal sandal “pinjamannya” itu. Opsi terakhir, simpan saja. Apalagi jika sedang terburu-buru karena sudah iqamat. Percaya saja, itu bukan karena ia buta hati, apalagi buta Shela On 7 atau bahkan buta sampo lain…ehh apa sih..!
Bubar salat, pemilik sandal yang berpindah ini pasti kelimpungan mencari, apalagi banyak sandal serupa yang sudah pasti tak sama. Disini biasanya ada ujian keimanan. Bagi yang malas mencari, ada yang comot saja sandal orang.
Ada pula yang menunggu semua jamaah bubar, lalu memilih satu-satunya sandal yang tersisa, apapun kondisinya. Ada pula jenis malas pusing. Begitu tahu sandalnya sudah tak di tempat saat disimpan, itu hilang dan memilih pulang nyeker alias tanpa alas kaki.
Saya termasuk orang yang sudah mengalami semua episode itu. Tertukar, pindah posisi juga pernah hilang. Beberapa kali pulang nyeker, merasakan panasnya aspal. Jarak dari rumah ke masjid memang dekat, tapi kalau siang dan berjalan di aspal, itu perih juga. Jika pun ada sandal yang tersisa, saya memilih tidak memakainya.
Discussion about this post