Sedangkan untuk 697 unit kapal yang tidak selesai seharusnya tidak dapat dibayarkan. Namun pada akhir tahun anggaran ada perubahan ketentuan soal cara pembayaran. Dari semula Turn Key, menjadi sesuai progress dengan tujuan agar meski kapal belum selesai dikerjakan, pembayaran dapat dilakukan. Sehingga untuk 697 unit kapal yang belum selesai dikerjakan tetap dibayarkan sesuai nilai kontrak secara keseluruhan sebesar Rp193,797 miliar dan untuk sisa pekerjaan yang belum selesai dijamin dengan Garansi Bank.
Mengamati periodesasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 1999-2020 kasus tindak pidana korupsi kian terbuka, sederet fakta tersebut sampai hari ini belum selesai seperti pengadaan mesin kapal, pengadaan kapal perikanan, pengadaan alat tangkap, pengadaan Keramba Jaring Apung (KJA), kasus ekspor benih lobster, kasus pembangunan fasilitas riset dan lainnya. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus suap izin ekspor lobster. Mestinya tidak berhenti proses hukum pada pelaku utama, namun harus buka peluang penetapan tersangka baru dari pihak swasta atau perusahaan-perusahaan yang mendapat kuota ekspor benih lobster.
Masih daftar rentetan skandal dugaan impor garam 2017-2018 yang merugikan keuangan negara dan petambak garam. Dalam kasus lain, seperti Disclaimers laporan keuangan KKP tahun 2014-2019, belum ada peran maksimal Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa siapapun yang terlibat di dalamnya terkait hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan RI, dengan status disclaimer atau tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion) setelah melalui proses audit yang ketat sehingga ada indikasi dan potensi kerugian negara sangat besar.
Sejumlah dugaan juga, bocornya uang negara, diantaranya izin lokasi AMDAL reklamasi Teluk Benoa, kerjasama Vessel Monitoring System (VMS) kerjasama Yayasan Leonardo D’caprio, penjualan dan bisnis kepiting ilegal, kerang ilegal, lobster ilegal hingga mackdown kapal nelayan yang banyak terjadi kasus sakndal. Selain itu, ada juga impor ikan, anggaran bom kapal Ikan di Satgas 115, dan pengadaan alat tangkap nelayan “Gilnet tahun 2016-2019.”
Beberapa fakta, Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh memproses kasus Keramba Jaring Apung (KJA) Pangandaran, Sabang, Karimunjawa. Namun, dalam proses penegakan hukum ada unsur ketidakadilan yakni hanya Sabang yang ditindak dengan seluruh bukti yang sudah tersita dalam bentuk barang dan uang yang dikembalikan. Artinya, ketiga tempat proyek Keramba Jaring Apung (KJA) di Pangandaran, Sabang, Karimunjawa satu kesatuan tak bisa dipisahkan. Mestinya penegakan hukum harus berdimensi keadilan dan ditegakan dalam satu kasus.
Dalam hal ini mestinya penegak hukum Kejaksaan Tinggi Aceh dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Susi Pudjiastuti sebagai saksi dalam perkara tersebut. Jadi selama eksaminasi bahwa penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi terhadap kasus proyek Keramba Jaring Apung (KJA) di Pangandaran, Sabang, Karimunjawa masih tebang pilih dan belum berkeadilan.
Sehingga upaya penegakan hukum kasus korupsi sektor Kelautan dan Perikanan (KKP) dapat menimbang dan memuaskan rasa keadilan bagi masyarakat: perikanan, nelayan, dan pesisir. Maka penegakan hukum dari sederet skandal kasus membutuhkan sikap extra ordinary untuk fokus lakukan audit, penyelidikan dan penindakan serta penuntutan kasus disetiap sektor kelautan dan perikanan baik dari Kementerian Pusat, Provinsi dan Kabupaten agar bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Lembaga-lembaga penegakan hukum seperti, Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, Tipikor daerah, Kepolisian, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus benar-benar usut kasus korupsi yang masih dalam tahapan penyelidikan dan penindakan agar terungkap aktor di balik kasus-kasus yang ada tersebut. Skandal kasus lama pun, perlu ditelisik kembali, jangan biarkan ketidakadilan itu semakin merajalela.
Berharap kedepan, di sektor Kelautan dan Perikanan (KP) dapat memberi kontribusi positif untuk pembangunan. Komitmen KPK dan kerja keras Kejaksaan Agung agar terus berupaya selamatkan uang negara (APBN) atas seluruh kasus yang ada untuk diselesaikan. Sebaiknya, penegak hukum agar benar-benar mengusut tuntas seluruh kasus korupsi disektor Kelautan dan Perikanan (KKP) pada kurun waktu 1999-2020.(***)
Penulis merupakan sala satu pendiri LBH Nelayan Indonesia
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post