Ada dorongan “spritualitas” atau religi untuk terus kesana. Ada juga semacam “nuansa” aneh yang selalu juga menarik-narik kita untuk terus salat subuh di masjid.
Hamba ini sebagai mahluk Allah yang lemah, pernah operasi tiga kali. Sekali operasi pengangkatan empedu dan dua kali operasi penyambungan tendon achiles atau otot kaki besar yang putus. Mula-mula yang kiri. Lantas dioperasi. Ototnya disambung. Sembilan bulan kemudian sudah sembuh “sempurna,” main bulutangkis lagi, dan lantas berikutnya tendon achiles kaki yang kanan ikut-ikutan putus. Dua-duanya lantaran main bulutangkis pada tingkat RT dan RW. Walhasil saya harus dioperasi dua kali.
Beberapa saat paska operasi hamba tidak dapat beraktivitas. Harus beristirahat, bahkan lebih banyak di kamar. Tentu saja tak mungkin ke masjid. Salat di kamar saja. Mula-mula malah sambil tiduran, kemudian sambil duduk dan terakhir berdiri seperti patung karena belum boleh ruku dan sujud. Setelah boleh ruku dan sujud pun masih tak bisa kemana-mana, alias di rumah aja, termasuk tak dapat ke masjid.
Waktu itu hati hamba ini terasa hampa. Hambar. Ada sesuatu yang kosong. Rupanya pada saat-saat seperti itu kerinduan pada salat subuh di masjid menjadi menggunung. Apalagi saat usia merabat memasuki klasifikasi “warga senior” rindu salat subuh di masjid semakin menjadi-jadi.
Dibanding salat lainnya, salat subuh menjadi awal kegiatan kita pada hari itu. Salat subuh di masjid seperti diri kita melaporkan kepada Sang Pencipta sekaligus mohon perlindungannya sebelum kita melakukan aktivitas lainnya pada hari ini. Semacam apel kepada Allah.
Juga simbol kita berserah kepada kekuasaanNYA. Dengan begitu, sesudah salat subuh di masjid hati hamba ini menjadi tentram dan siap menghadapi pelbagai hal lantaran sudah melaporkan kepada Allah. Kita sudah ikhlas apapun yang terjadi. Makanya kita selalu rindu dan rindu untuk dapat salat subuh di masjid.
Perasaan rindu dan selalu terpanggil untuk salat subuh di masjid ini, boleh jadi tidak seketika hadir. Rasa itu tumbuh perlahan-lahan setelah bertahun-tahun rutin salat subuh di masjid. Bagi mereka yang tidak terbiasa salat subuh di masjid, mungkin sama dengan mereka yang belum pernah pergi ke Mekah menunaikan haji, sehingga tidak atau belum pernah merasakan bagaimana rasanya rindu balik lagi ke Mekah dan berkunjung ke Kabah.
Orang yang jarang salat subuh di masjid pastilah sulit memperoleh rasa rindu salat subuh di masjid sebagaimana orang setelah naik haji rindu kembali ke Mekah.
Terlepas dari pelbagai kelemahan yang ada pada diri hamba ini, bersama para jemaah salat subuh lainnya di masjid, setidaknya telah diberi nikmat merasakan kerinduan salat subuh di masjid. Alhamdullilah..
T a b i k!
(Bersambung….)
Penulis adalah wartawan dan advokat senior, juga Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah
(Tulisan ini merupakan reportase/opini pribadi yang tidak mewakili organisasi)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post