Sikap Pemerintah Jokowi melalui Menkumham Ri, jelas melalui penolakan permohonan SK kepengurusan Partai Demokrat kubu Moeldoko.
Kedua, bahwa tuduhan Partai Demokrat kepada Jokowi cawe-cawe atas sengketa kubu AHY kontra Moeldoko sebagai aksi “cari perhatian”. Kubu AHY justru ingin Jokowi “campur tangan” agar Moeldoko berhenti melakukan upaya hukum.
Partai Demokrat kubu AHY khawatir akan kehilangan pengaruh dan kekuasaan jika Moeldoko menang dalam tahapan PK di MARI.
Ketiga, bahwa Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak dapat melakukan intervensi terhadap hak politik Moeldoko dan seluruh anggota dan pengurus Partai Demokrat kubu Moeldoko. Jika terjadi konflik dalam Parpol, maka satu-satunya langkah yang diatur UU adalah proses hukum, bukan intervensi presiden.
Keempat, bahwa negara Indonesia menganut dan menjalankan trias politika, yakni pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Maka Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif tidak dapat melakukan intervensi terhadap kekuasaan yudikatif, yakni MARI.
Kelima, bahwa konstitusi menjamin kebebasan dan kemerdekaan lembaga negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman. Maka segala bentuk tekanan, intervensi berupa aksi massa, aksi turun ke jalan, aksi cap jempol darah tidak dapat memengaruhi proses dan hasil persidangan di seluruh tingkatan MARI.
Kornas mengajak seluruh elemen dan komponen bangsa untuk menjadikan hukum sebagai panglima. Sehingga Indonesia sebagai negara hukum semakin baik. Kita harus percaya bahwa MARI akan bertindak secara objektif sesuai fakta hukum.(***)
Penulis adalah Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post