Panda menjadi saksi, sekaligus korban dari rezim orde baru. Sebagai wartawan yang berusaha menuliskan suara rakyat yang terbungkam. Namun Panda diserang dari segala penjuru oleh anak-anak ingusan, politisi junior dan amatir para pembela dan pemuja Gibran. Mereka tidak tahu malu menyerang Panda agar dianggap loyal dan setia, berjasa kepada Gibran.
Gibran Tidak Perlu Dibela
Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Pertama, bahwa Gibran sendiri mengaku dirinya sebagai “anak kecil” dalam politik. Maka pernyataan “anak ingusan” Panda sama dengan pengakuan Gibran. Panda tidak bermaksud melecehkan kehormatan Gibran sebagai Walikota Solo.
Panda menguraikan bagaimana proses menjadi pemimpin yang dialami dan dilalui Jokowi. Pengalaman terbentur, terbentuk hingga menjadi presiden Indonesia paling berhasil, termasuk mempersiapkan anak-anaknya mengikuti jejaknya.
Kedua, bahwa setiap orang yang sedang berada pada jabatan publik memiliki konsekuensi siap dikritik oleh siapapun. Maka Gibran tidak seharusnya dibela dan dipuja berlebihan. Para politisi amatir tidak perlu cari muka berlebihan kepada Gibran hanya karena disebut Panda anak ingusan.
Panda dan Gibran itu memiliki hubungan politik sebagai sesama “warga banteng”. Relasinya senior dan junior atau bahkan antara orangtua dan anak. Maka keduanya pasti memiliki cara untuk membahas dan mendalami makna istilah “anak ingusan” dalam rumah mereka bersama, PDIP.
Ketiga, bahwa para politisi amatir lebih baik belajar lebih giat lagi agar tidak hanya mampu menjadi pembela dan pemuja Gibran. Pembelaan dan pemujaan berlebihan tidak baik bagi Gibran. Benar kata Panda, bahwa pemimpin yang dibela dan dipuja berlebihan akan membuat pemimpin tersebut besar kepala.
Pemimpin justru harus lebih banyak dikritik agar lebih matang dan lebih siap menghadapi berbagai tantangan. Pembelaan dan pemujaan membabi buta justru akan menjerumuskan Gibran. Seperti para pemuja yang hendak menjerumuskan Jokowi saat mengusulkan jabatan presiden tiga periode.
Keempat, bahwa Gibran ternyata tidak ambil pusing dengan pernyataan seniornya, Panda. Gibran justru mengakui masih perlu banyak belajar di kancah politik.
“Ya terima kasih untuk masukannya dari para senior partai (PDIP). Saya memang perlu banyak belajar seperti yang dikatakan Pak Panda selaku senior partai,” kata Gibran di Balai Kota Solo, Kamis (29/6/2023).
Kelima, bahwa kecenderungan elit politik miskin ide, gagasan, dan program politik ternyata tidak hanya menyasar para politisi profesional dan senior saja. Politisi junior dan amatir juga sudah terjangkit virus “baper, reaktif, hinga suka asbun”.
Hampir semua elit politik mempertontonkan akrobat politik kosong, kering dari hal-hal strategis. Semua hanya sekadar aksi dan reaksi. Jika politisi senior terprovokasi rumor Denny Indrayana, maka politisi junior dan amatir bereaksi pada guyonan anak ingusan Panda.
Kornas mengajak seluruh elit politik untuk membangun tradisi intelektual dalam kontestasi politik menjelang Pemilu 2024. Mengutamakan pertengkaran ide, gagasan, dan program politik sesuai kebutuhan dan kepentingan rakyat.(***)
Penulis adalah Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post