Dalam strategi modern model Indirect Approach, mengalahkan lawan bukan hanya mematikan gerakan bersenjata dengan senjata, namun menghentikan seluruh keinginan politik dan gerakan senjata lawan dengan kebijakan militer yang tepat, cara militer dan non militer, serta bukan melulu dengan letupan senjata.
Liddle Hart mengatakan Indirect Approach sebagai “A strategy in which the enemy’s political will is overcome by wisdom and not by force.” Kebijakan militer yang bijak akan lebih ampuh diterapkan dibandingkan pengerahan kekuatan besar-besaran tanpa visi politik yang jelas.
Pada era perang modern berikutnya, model strategi Indirect Approach menjadi gagasan penting yang diadopsi oleh para jenius militer.
Salah satunya mendorong lahirnya strategi Effect-Based Operations (EBO) atau Operasi Berbasis Efek. EBO menjadi strategi dasar militer AS pada Perang Teluk tahun 1991 untuk merencanakan dan melaksanakan operasi gabungan dengan melibatkan operasi tempur dan non-tempur, melibatkan kekuatan militer dan sipil, untuk mencapai sasaran strategi.
Pencetus EBO, Letkol David A. Deptula (Saat ini Letjen Purnawirawan–Dekan di Mitchell Institute), menyatakan bahwa “EBO focused on desired outcomes attempting to use a minimum of force”.
EBO fokus pada pencapaian tujuan operasi dengan pengerahan kekuatan minimal, serta biaya dan korban minimal.
Dalam perang apapun, yang menentukan kemenangan perang bukan melulu seberapa besar pengerahan kekuatan Alutsista, namun seberapa besar dampak yang dihasilkan oleh sebuah strategi operasi.
Discussion about this post