Oleh: Ir. La Ode Budi Utama
Tujuh tahun sudah Kabupaten Buton Selatan berdiri. Perjuangan pemekaran membutuhkan banyak pengorbanan rakyat disana untuk mencapainya.
Semata harapan adanya kemajuan daerah, keluar dari lingkaran ketertinggalan dan mencapai harkat martabat daerah yang baik.
Transfer dari pemerintah pusat selama tujuh tahun, melalui DAK, DAU dan DD plus hutang sudah mencapai kurang Rp4 trilyun. Bagaimana hasilnya?
Hasil utama lima tahun terakhir adalah pelantikan pejabat yang tiap waktu ada.
Ada pejabat yang sudah memegang tujuh SK dalam waktu jabatan La Ode Arusani sebagai Bupati. Rekor dunia. Mau capai apa dengan pola pemerintahan begini?
Muncul istilah “sama saja saat kita masih gabung Kabupaten Induk”. Ibukota Batauga malam gelap. Sunyi.
Coba Kemendagri datang ke Buton Selatan, jejak pembangunan apa yang ada. Rumah sakit yang dibangun dari pinjaman, belum beroperasi. Perkantoran SKPD jauh dari memadai.
Jangan tanyakan gedung DPRD atau kantor Bupati berwibawa. Jangan tanyakan kemajuan ekonomi rakyat atau pendidikan bermutu. Buka dokumen capaian indeks pembangunan di Kemendagri.
Wajarlah, beberapa bulan ini hati berdebar rakyat menantikan Pj disana.
PJ adalah harapan bagi rakyat disana untuk adanya koreksi arah dan tata cara pembangunan. Harapan agar kecerdasan dan kerja benar terpakai di Buton Selatan.
Bisa Kemendagri diajak turun bertanya ke DPRD dan para kepala desa, apakah ada arah pembangunan?.
La Ode Budiman, menjadi Sekda dengan cara diduga rekayasa. Empat golongan 4C dilarang berangkat untuk asesmen ke Kendari. Dua lagi tidak memenuhi syarat dua tahun: La Ode Karman dan La Ode Martosiswoyo.
Tidak ada pengumuman siapa saja yang lolos administrasi. Cacat prinsip transparansi. Syarat minimal 4 peserta tidak terpenuhi.
Hingga, Mendagri melayangkan surat permintaan evaluasi pertanggal 10 Februari 2022 kepada Gubernur. Minta dievaluasi.
Discussion about this post