Jika Bali sebagai barometer Indonesia saja sudah menolak kesebelasan Israel, itu artinya bagi FIFA sudah dapat dipastikan, tidak mungkin ada harapan yang lebih baik untuk daerah lain di Indonesia. Kalau Bali saja yang selama ini terkenal begitu toleran sudah menolak, apalagi daerah lain pasti lebih keras menolak. Maka FIFA hanya dalam hitungan beberapa hari setelah Tuan Wayan Koster mengeluarkan pernyataan penolakan itu, langsung membatalkan rencana undian pembagian group dan lantas diikuti dengan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah kejuaraan dunia U-20.
Tuan Wayan Koster, pernyataan dan penolakan Tuan juga dianggap FIFA sebagai sebuah penghianatan terhadap komitmen dan tanggung jawab yang sudah diberikan hitam di atas putih. FIFA menilai dalam konteks ini ternyata Indonesia tidak siap. Dapat ditafsirkan Indonesia dipandang sebagai negara munafik. Tidak sportif. Tidak menghargai komitmen.
Jaminan tertulis yang sudah diberikan saja, dapat dibatalkan begitu saja hanya tiga bulan jelang berlangsung kejuaraan dunia U-20. Bagi FIFA sudah sepantasnya mandat menjadi tuan kejuaraan dunia U-20 yang diberikan kepada Indonesia dicabut.
Tuan Wayan Koster, adakah Anda faham hal ini karena pilihan dan tindakan Tuan Wayan Koster?
Tuan Wayan Koster, soal politik terhadap Israel sudah tidak perlu diragukan lagi, bangsa Indonesia sampai hari ini masih berseberangan atau bertentangan dengan Israel. Tak perlu pula disangsikan Indonesia sepenuh hati mendukung perjuangan Palestina. Ini prinsip dasar yang sudah dipegang dan dibuktikan oleh Indonesia. Hal itu sudah tidak usah diragukan lagi. Kendati demikian, hal itu tidak berarti serta merta otomatis kita wajib menolak kesebelasan Israel bertanding di Indonesia.
Tuan Wayan Koster, sebelum mengambil keputusan harusnya Tuan Wayan Koster menyimak fakta yang ada. Palestina yang ingin kita perjuangkan kemerdekaannya malah dengan besar hati tidak menolak kesebelasan Israel bertanding di Indonesia. Buat Palestina, kehadiran kesebelasan Israel di Indonesia tidak mengurangi secuil pun tekad dan kerasnya Indonesia mendukung Palestina melawan Israel.
Walaupun kesebelasan Israel diperbolehkan bertanding di Indonesia, pemerintah dan rakyat Palestina tetap yakin Indonesia memberikan dukungan penuh kepada mereka. Tidak ada satu pun bangsa di dunia yang mendukung palestina sebesar yang diberikan oleh Indonesia. Dengan begitu, pemerintah Palestina memaklumi jika ada kesebelasan Israel sampai hadir dan bertanding di Indonesia di bawah naungan FIFA. Apalagi di Bali. Lalu kenapa Tuan Wayan Koster malah menolaknya?
Demikian pula mungkin Tuan Wayan Koster sudah mengetahui ada beberapa pemain Israel berlaga dalam kompetesi liga Palestina? Lantas kenapa Tuan Wayan Koster lantang menolak kesebelasan Israel?
Jangan dilupakan pula, ada segelintir pemain sepak bolak Israel yang muslim atau beragama Islam, sehingga kurang relevan menempatkan isu agama untuk menolak kesebelasan Israel. Namun kenapa Tuan Wayan Koster dengan gagah perkasa menyatakan. dan memberikan surat penolakan kesebelasan Israel bermain di Bali? Kenapa, Tuan? Kenapa?
Tuan Wayan Koster, kesediaan kita menerima kesebelasan Israel tidak sedikitpun mengurangi perjuangan kita membela Palestina. Juga tidak merugikan Palestina secuil pun. Makanya rakyat dan Pemerintah Palestina sama sekali tidak keberatan. Tapi mengapa Tuan Wayan Koster sampai bertindak “lebih Palestina dari Palestina sendiri?”
Begitu pula mengapa Tuan Wayan Koster sampai mengambil keputusan yang berbeda dengan PSSI dan pemerintah pusat Indonesia? Apa sebenarnya yang ada dalam alur pikiran Tuan Wayan Koster?
Oh ya jangan lupa, para pemain kesebelasan Israel juga masih muda. Jika mereka mendapat sambutan dan sikap yang baik dari Indonesia yang nota bene “musuh politik” Israel, bukan tidak mungkin beberapa dari pemain itu justru terkesan dengan Indonesia dan dapat menjadi semacam “juru siar” mengenai kebaikan Indonesia kepada para warga negara Israel.
Tuan Wayan Koster, lihat apa yang sekarang terjadi akibat pilihan dan sikap Tuan? Begitu banyak dampak buruk yang dialami Indonesia, dan juga Bali sendiri. Begitu juga dampak negatif baik yang dirasakan langsung oleh kesebelasan Indonesia maupun bangsa dan masyarakat Indonesia.
Dari aspek kesebelasan Indonesia, sudah jelas para “bintang Indonesia” yang sudah digodok sekitar tiga tahun kehilangan kesempatan. Mereka tidak dapat merasakan tanding di kejuaraan dunia. Sesuatu yang sangat penting baik untuk pemainnya sendiri maupun jutaan generasi muda pemain bola lainnya.
Asa pemain kesebelasan U-20 pastilah hancur berantakan. Hati mereka yang sudah melambung harus terhempas secara keras. Pemain dan anak-anak muda yang mau belajar dari tampilan kesebelasan kita ketika menghadapi kesebelasan lain pada level dunia, juga menjadi tertutup.
Belum lagi kita bicara dari segi finansial. Persiapan di semua aspek membutuhkan biaya tidak sedikit. Semua itu menjadi tidak mencapai sasaran.
Discussion about this post