Alat-alat, semisal pipa untuk menyalurkan air, juga ikut naik. Demikian juga biaya perawatan yang makin mahal, menambah beban PDAM sehingga memaksa mereka menaikkan tarif air. Jika pemerintah membiarkan privatisasi terus berjalan, termasuk membiarkan masyarakat kesulitan untuk mendapatkan pelayanan air memadai dan murah, mereka tidak boleh marah kalau ada yang beranggapan mereka lalai dalam tugasnya mengurusi rakyat.
Kondisi ini berbeda dengan Islam, dimana Islam memandang air sebagai kekayaan alam milik umum. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput (hutan), air, dan api (energi).” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Dalam hadis tersebut tersirat pesan bahwa seluruh SDA merupakan harta milik umum (rakyat). Semuanya tidak boleh diprivatisasi. Negara berkewajiban mengelola dan mengembalikan hasil pengelolaannya kepada rakyat. Sumber daya air tidak boleh dikelola untuk mendapatkan untung. Hanya boleh dikelola dan dibagikan kepada rakyat secara gratis atau murah, melainkan hanya mengganti biaya perawatan.
Islam juga tidak akan membiarkan daerah berjalan sendiri. Negara akan bertanggung jawab kepada seluruh daerah yang dikuasainya. Negara akan memberikan modal kepada daerah untuk mendirikan perusahaan air minum, termasuk memberikan uang pemeliharaan sehingga masyarakat bisa mendapatkannya secara gratis.
Modalnya dari Baitulmal, lembaga pengurus keuangan dalam Islam. Baitulmal mendapatkan pemasukan bukan dari pajak, melainkan dari beberapa pos, seperti pos jizyah, kharaj, fai, ganimah, harta tidak bertuan, dsb. Juga dari hasil pengelolaan SDA, seperti pengelolaan minyak, gas, hutan, lautan, perikanan, dsb.
Dari seluruh pendapatan itu, negara akan mampu melakukan pengurusan kebutuhan rakyat, termasuk pengadaan air. Wallahualam bishawab.(***)
Penulis: Pemerhati Sosial
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post