<strong>PENASULTRA.ID, YOGYAKARTA</strong> – Sebanyak 38 tenaga medis (Tendis) dari Afghanistan mengikuti Pelatihan Peningkatan Kapasitas Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana (KB) di Indonesia. Dalam pelatihan hari keempat di Yogyakarta, Senin 7 November 2022 peserta mengunjungi Puskesmas Gedongtengen untuk melihat dan mempelajari pelayanan dasar kesehatan masyarakat di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Mereka didampingi tim dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah diterangkan bahwa hampir seluruh pasien Puskesmas dilayani dengan skema pembiayaan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) atau asuransi kesehatan nasional, para peserta menyatakan sangat kagum. “Di negara kami nyaris tidak ada sistem asuransi kesehatan, apalagi yang massal dan nasional seperti BPJS. Kami sungguh kagum,” demikian diungkapkan Abdullah Shenware, salah satu peserta yang merupakan seorang dokter dari Afghanistan. Saat ditanya lagi apa yang menarik dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, Abdullah menyatakan bahwa jangkauan pelayanan kesehatan yang sampai pelosok merupakan hal bagus yang belum bisa dinikmati rakyat Afghanistan. “Pusat kesehatan level terbawah yang kami kunjungi ini sungguh lengkap pelayanannya, kami pun jadi tidak sabar ingin melihat fasilitas kesehatan tingkat di atasnya besok,” katanya. Sementara itu Fariha Anoosh, seorang dokter kandungan merasa banyak hal bisa dipelajarinya di Yogyakarta. Fariha menunjukkan buku KIE tentang perawatan kesehatan ibu hamil yang sengaja dimintanya dari Puskesmas Gedongtengen untuk dijadikan bahan penyuluhan di tempat kerjanya nanti. “Akan saya gandakan dan bagikan kepada teman-teman di rumah sakit sebagai panduan memberikan penyuluhan,” katanya. Setelah mengunjungi Puskesmas Gedongtengen, selanjutnya peserta mengunjungi Rifka Annisa, sebuah LSM yang berkomitmen pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Kunjungan ke Rifka Annisa ini sangat menarik bagi para peserta pelatihan. Sebagaimana diketahui, pembatasan-pembatasan terhadap kaum perempuan di Afghanistan sangat ketat, juga lemahnya perlindungan terhadap kaum perempuan. Kaum perempuan Afghanistan tidak bebas bepergian tanpa didampingi Mahram atau kerabat laki-laki. Seluruh peserta pelatihan pun yang perempuan didampingi oleh Mahramnya ke Indonesia. “Hal ini tentu saja berperan terhadap rendahnya kontribusi dokter, perawat, dan bidan perempuan Afghanistan dalam memajukan derajat kesehatan masyarakat” demikian ditambahkan Dokter Fariha. <strong>Sunat Perempuan</strong> Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Rifka Annisa Indah Wahyu Andari saat menyambut para peserta menyampaikan bahwa memang terhadap perbedaan budaya antara Indonesia dan Afghanistan yang cukup kentara terkait perlakuan terhadap kaum perempuan, walaupun kedua negara sama-sama negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Indah selanjutnya menjelaskan bagaimana mekanisme dan prosedur penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan lembaganya. Diantaranya menyiapkan rumah shelter atau tempat perlindungan bagi perempuan korban kekerasan. “Tempat kita bertemu ini adalah kantor kami, sedangkan rumah perlindungan kami rahasiakan tempatnya. Kami juga bekerjasama dengan lembaga sejenis terutama lembaga pemerintah dalam penanganan kasus yang korbannya membutuhkan perlindungan dalam waktu lama,” jelas Indah. Peserta dengan antusias bertukar pikiran tentang banyak hal terkait perlindungan kepada kaum perempuan, antara lain tentang sunat perempuan. “Di Indonesia terdapat tiga aliran pemahaman mengenai sunat perempuan yang berbeda,” kata Indah. Menurut Indah, ada yang memandang sunat perempuan bukanlah ajaran agama, sehingga tidak perlu dilakukan bila hanya merugikan kaum perempuan. Sedangkan pandangan lainnya menyatakan hal tersebut adalah ajaran agama yang wajib dilaksanakan. Sementara itu, lanjut Indah, juga ada yang melaksanakannya sebagai adat yang dilakukan secara simbolis dengan menyayat sedikit kulit ari perempuan di atas clitrois atau bahkan digantikan atau disimbolkan dengan mengiris kunyit, sehingga tidak merugikan kesehatan kaum wanita. Sementara itu Kepala Perwakilan BKKBN DIY Shodiqin yang dihubungi terpisah menyampaikan bahwa melalui pelatihan internasional ini, kami yang membantu menyiapkan pelaksanaan pelatihan pun dapat belajar banyak dari para peserta. “Kami tugaskan personil kami untuk mendampingi peserta selama proses pembelajaran dan berinteraksi untuk membuka wawasan,” kata Shodiqin. Sehari sebelumnya peserta telah mengunjungi Kantor Badan Pengurus Daerah Asosiasi Kelompok UPPKA (BPD AKU) DIY dan Pengurus organisasi perempuan berbasis keagamaan “Aisyiyah” untuk melakukan tukar menukar pemikiran. Selanjutnya esok harinya peserta masih akan melakukan kunjungan lapangan ke Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTA) Taman Pintar di Kota Yogyakarta dan Rumah Sakit Kesehatan Ibu dan Anak Sadewa di Kabupaten Sleman untuk maksud yang sama. <strong>Sumber: Media Center BKKBN</strong> <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/iz992BgB2uQ
Discussion about this post