Oleh: Muhammad Zhunizhar
Dunia pendidikan tidak hanya menghasilkan peserta didik yang mahir pada aspek kognitif dasar, tetapi juga dapat memecahkan masalah, mengambil keputusan secara rasional dan juga mampu berpikir kritis.
Tes Kemampuan Akademik (TKA) hadir sebagai salah satu strategi dalam mewujudkan tujuan tersebut, yang dimana sebagai bagian dari sistem evaluasi pembelajaran. Dimana hingga sekarang, penilaian atas capaian siswa hanya bergantung pada nilai rapor sekolah.
Pendekatan TKA ini tidak muncul tanpa dasar, melainkan TKA ini berakar kuat pada landasan yuridis yang merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pada Pasal 3 ditekankan bahwa pentingnya pengembangan kemampuan bukan sekadar pencapaian nilai akademik saja.
Selain itu, dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Nasional Pendidikan juga menyebutkan bahwa hasil penilaian belajar siswa dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi. Sehingga TKA menjadi salah satu bentuk evaluasi pembelajaran yang relevan dalam mengukur aspek pengetahuan dan kemampuan penalaran secara mendalam.
Secara filosofis, penerapan TKA sejalan dengan gagasan bahwa pendidikan memiliki tujuan untuk mengembangkan manusia seutuhnya yang mampu berpikir kritis, bertanggung jawab dan mandiri.
Secara historis, evaluasi pendidikan di Indonesia berkembang dari sistem selektif menuju pendekatan berbasis kompetensi. Kemudian secara sosiologis, TKA memiliki peran sebagai alat yang mendorong keadilan dan mobilitas sosial.
Kolaborasi Lintas Sektor untuk Pendidikan Bermutu
Sistem evaluasi pembelajaran yang bermutu, tidak memihak, dan relevan sangat penting bagi upaya menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, berkelanjutan, dan berkualitas tinggi.
Dalam hal ini, TKA merupakan alat penilaian yang tidak hanya mengukur capaian pembelajaran kognitif namun juga memiliki peran untuk mendorong kualitas pendidikan secara menyeluruh.
Salah satu keunggulan TKA adalah fokus pada pengukuran kemampuan berpikir seperti analisis, pemecahan masalah dan logika. TKA ini juga mendorong siswa untuk tidak hanya menghafal namun juga memahami serta menerapkan secara kritis.
Namun keberhasilan TKA tidak dapat berjalan sendiri, perlu adanya dukungan dan partisipasi dari stakeholder pihak terkait. Pemerintah memiliki andil dalam memastikan kebijakan yang konsisten dan penyediaan infrastruktur terkait yang merata hingga plosok negeri.
Guru memiliki peran dalam membimbing siswa supaya mereka dapat memiliki pola pikir kritis sehingga sejalan dengan tujuan dari TKA. Orang tua memiliki peran untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mendorong anak untuk belajar efektif dan mandiri.
Selain itu, keberlanjutan penerapan TKA harus didasarkan pada evaluasi dan perbaikan berkala. Dalam konteks ini, kolaborasi antara pemerintah menjadi kunci untuk menjaga relevansi dan keberlanjutan TKA sebagai bagian integrasi dari sistem pendidikan nasional.
Discussion about this post