Tentu saja, setiap kebijakan pendidikan yang bersentuhan langsung dengan murid menuntut kehati-hatian. Kekhawatiran publik tentang potensi TKA menjadi beban tambahan perlu dijawab dengan komunikasi publik yang jernih.
Penting ditegaskan bahwa TKA tidak bersifat wajib dan tidak menentukan kelulusan. Ia adalah layanan tambahan yang memberi keuntungan bagi siswa, guru, dan sekolah.
Program Strategis dan Keberlanjutan Kebijakan
Selain aspek evaluasi dan kolaborasi, penting pula membicarakan program dan kebijakan prioritas yang akan memperkuat posisi TKA dalam sistem pendidikan nasional.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah telah menekankan beberapa program prioritas, termasuk peningkatan kualitas guru, digitalisasi sekolah, serta penguatan asesmen.
Data Kemendikdasmen menunjukkan bahwa lebih dari 60% sekolah menengah sudah terkoneksi dengan platform digital pembelajaran, dan targetnya mencapai 90% pada 2028 (Ditjen Dikdasmen, 2025). TKA, dengan format digital dan berbasis komputer, akan bersinergi dengan kebijakan ini.
TKA juga berpotensi menjadi katalis bagi penguatan kualitas ujian sekolah. Karena TKA tidak menentukan kelulusan, guru dan sekolah tetap memiliki peran utama dalam menilai murid melalui ujian sekolah. Namun, kehadiran TKA yang hasilnya dapat dibandingkan antar-individu dan antar-sekolah dapat menjadi cermin.
Sekolah yang memiliki integritas tinggi dalam pelaksanaan ujian sekolah akan cenderung memiliki korelasi hasil yang tinggi dengan capaian TKA muridnya. Sebaliknya, jika terdapat kesenjangan besar antara nilai ujian sekolah dan hasil TKA, hal ini bisa menjadi alarm bagi sekolah untuk meninjau kembali proses evaluasi dan pembelajarannya.
Selain itu, TKA juga bukan reinkarnasi Ujian Nasional yang pernah menjadi beban tunggal kelulusan murid. Ia tidak datang membawa trauma, tidak pula menggeser guru dari kursi penilai. Sebaliknya, TKA bersifat opsional, sebagai layanan yang disediakan pemerintah untuk mendukung guru, sekolah, dan lembaga pendidikan lainnya yang ingin memperoleh informasi tentang capaian belajar individu murid secara lebih terstandar.
Empat tahun terakhir, sistem pendidikan kita berjalan dengan dua jenis evaluasi: Asesmen Nasional untuk memotret kinerja sistem secara makro, dan penilaian harian oleh guru untuk mengevaluasi capaian belajar secara mikro. Keduanya berjalan berdampingan, masing-masing dengan fungsi dan ruangnya sendiri.
TKA hadir bukan untuk menyingkirkan yang lama, melainkan melengkapi. Asesmen Nasional tetap dibutuhkan sebagai tolok ukur sistem tanpa membebani murid, sedangkan kedaulatan guru dalam menilai dan menentukan kelulusan tetap jadi pijakan utama dalam praktik pendidikan di sekolah.
Dengan demikian, keberadaan TKA dapat dipahami sebagai bagian dari kebijakan strategis pendidikan yang berkelanjutan. Ia berperan mengisi celah yang selama ini ada dalam sistem evaluasi, memperkuat kolaborasi lintas sektor, serta mendorong perbaikan mutu pendidikan secara konsisten
Penutup
Dalam dunia pendidikan yang dinamis, instrumen evaluasi yang objektif, transparan, dan komunikatif sangat dibutuhkan. TKA menjadi jawaban atas kebutuhan itu, menghadirkan standar nasional yang adil bagi seluruh siswa, menguatkan peran daerah dalam kolaborasi, serta bersinergi dengan program prioritas pendidikan nasional.
Ke depan, TKA bukan sekadar soal angka atau skor, melainkan refleksi dari semangat kolektif membangun pendidikan Indonesia yang lebih bermutu, adil, dan inklusif. Dengan komunikasi publik yang jernih, partisipasi lintas sektor yang kuat, serta dukungan program strategis yang konsisten, TKA dapat menjadi instrumen penting dalam mencetak generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045.(***)
Penulis adalah Mahasiswa Ekonomi dan Pendidikan dari Jabodetabek Raya
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post