Tidak hanya di sepakbola, perkumpulan olahraga orang Tionghoa untuk bulutangkis bahkan lebih banyak lagi. Oleh kalangan Tiong Hoa, olahraga dianggap sebagai sarana untuk menunjukkan kekuatan mereka, khususnya terhadap pemerintah kolonial bahwa mereka adalah bangsa yang tangguh meski kerap direndahkan bangsa Eropa.
***
Di Jawa Timur, pertandingan sepakbola di tahun 1930an sudah ramai dilakukan. Ada kompetisi antarklub di Surabaya, yang sudah menggabungkan perkumpulan semua bangsa, di bawah Nederlands Indie Voetbal Bond (NIVB).
Nanti belakangan, ketika PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia) berdiri pada 19 April 1930 di Mataram, ada juga perkumpulan sepakbola khususnya pribumi hanya mau berkompetisi di bawah naungan PSSI.
Dualisme ini terus berlangsung dalam kondisi tidak seimbang karena NIVB disokong pemerintah sementara PSSI ditopang dukungan masyarakat yang terbatas kemampuan finansial meskipun semangat sepakbolanya tinggi sehingga kualitasnya kadang lebih bermutu, ditunjukkan dengan, bila ada klub luar negeri yang bermain PSSI menang sedang NIVB kalah.
Sebagai dua kota terbesar di Jawa Timur, Surabaya dan Malang memiliki pemain-pemain sepakbola handal. Dari berita yang dimuat di koran Sin Po terbitan 16 Februari 1934, ditulis tentang pertandingan antara Surabaya dan Malang di lapangan Tiong Hoa, untuk kompetisi NIVB yang berkesudahan 6-0 untuk tuan rumah Surabaya.
Dari susunan pemain terlihat bahwa dua kesebelasan terdiri dari bangsa Eropa, Melayu, dan Tionghoa. Pemain untuk pertandingan kedua kota ini berasal dari klub di kota masing-masing. Harings misalnya bermain untuk klub Thor, Kwai Sing dari klub Tiong Hoa.
Surabaya menampilkan De Wilde (kiper), Baumgarten dan Chin Hoat (bek), Achmad, Sie Liong, Nawir (gelandang), Harings, Hian Gwan, Lohy, Kwai Sing, Hong Djin (penyerang).
Malang juga memakai formasi sama, dengan Mo Heng sebagai kiper, dia ini yang menjadi penjaga gawang tim nasional ketika Hindia Belanda tampil di Piala Dunia Perancis tahun 1939. Pemain lainnya adalah Thong Thjiang, Dorms (bek), Mespelblom, Meyer, Schuurman/Bing Lie (gelandang), Goudsmit, Giok Tjoe, Moestamie, Van de Steegh, Polihury (penyerang).
Untuk mendapatkan gambaran tentang berita pertandingan tersebut dan juga acara pemberitaan pada tahun 1934 itu, berikut saya kutipkan beberapa alinea, sesuai aslinya:
“Boeat ronde kadoea dari afdelingwedstrijd NIVB antara Soerbaja dan Malang telah dibikin ini hari di bawah pimpinan refree Hartog dari Semarang. Sajang sekali ini wedstrijd diganggoe oleh oedjan, maskipoen pertandingan dilandjoetkan teroes, tetapi spelkwaliteit ada toeroen. Soerabaja ada banjak lebih koeat. Technisch dan tachtiesch spelers Soerabaja ada banjak lebih oenggoel.
Ada menarik hati, bagaimana goal pertama ditjitak oleh Kwai Sing, jang di ini wedstrijd ada sanget favorite dan saban-saban dapet kaokan dari publiek Eropa”.
“Itu goel ada bagoes. Dari tengah di waktu refree tioep fluit pertama, bola oleh Sie Liong disontek pada Kwai Sing dan ngiprit sendirian dengan temboesin antero pendjagahan Malang sampe bisa deketin doel. Satoe tembakan bikin djalanya Malang tergeter. Doea menit baroe maen goal sudah ditjitak. Tapi ada satoe-satoenya goal di periode pertama, sebab sampai pause stand tetap 1-0”.
“Sebentar lagi oedjan toeroen, tapi Tiong Hoa veld tida takoet aer, djadi pertandingan bisa dimaenkan teroes. …… Satoe koetika bola oleh Harings didjedjelken masoek. Hian Gwan seperti kilat menjamber pada bola jang menembak dengan direct. Bola dengen keras mandek dalam djaring, 5-0”.
“Malang soeda djadi down. Soerabaja berkoeasa betoel-betoel di atas lapangan. Satoe vrij schop ditembak ka samping. Oerang doega Soerabaja masih aken bisa tjitak lagi satoe goal, sebab saban-saban bola menoedjoe ka benteng Malang. Satoe tembakan dari Haring ditahan oleh keeper. Bola mental ka tengah dimana Lohy bersedia. Bola dari badannja Lohy balik ka dalem doel dan stand 6-0. Tidak lama kamoedian pertandingan brenti”.
Saya tidak menemukan berita dan hasil pertandingan pertama, yang mestinya diadakan di Malang, beberapa hari sebelumnya. Dan di berita ini sendiri tidak muat hasil pertandingan kandang dan tandang, untuk menentukan hasil akhir pertemuan Surabaya dan Malang.
***
Bahwa hasil pertandingan tidak selalu sesuai harapan, akan selalu ada, tetapi berkaca dari sebuah pertandingan di Betawi pada tahun 1930 dapat menjadi teladan. Klub UMS di kompetisi divisi 2 mestinya sudah ditetapkan sebagai juara tetapi karena menang 2-1, namun kemenangan itu diprotes karena ada gol yang semula dianulir dianggap sah, Protest Commisie VBO menerimanya dan hasil akhir ditetapkan 2-2.
Discussion about this post