Selain aktif di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dan DKI Jakarta, ia aktif membantu penyelenggaraan lomba karya jurnalistik yang diselenggarakan tiap tahun hampir bersamaan Hari Pers Nasional (HPN).
Dia memang sekretaris panitia tetap lomba karya jurnalistik Adinegoro.
“Sebagai sekretaris panitia tetap lomba jurnalistik Adinegoro dia rajin, semangat dan kerja keras. Bahkan ketika sudah sakit, dia masih berusaha ikut rapat,” kata Ketua panitia tetap Lomba Karya Jurnalistik Adinegoro, Rita Sri Hastuti.
Kiprahnya di kepanitiaan Adinegoro, kata Rita, sangat membantu keberhasilan lomba karya jurnalistik Adinegoro yang hingga kini masih menjadi ajang lomba karya tulis bergengsi di Tanah Air.
“Kami merasa terbantu oleh Ketty. Kami benar-benar kehilangan dengan meninggalnya Ketty,” kata Rita Sri Hastuti.
Peliput Kegiatan Kepresidenan
Dia termasuk wartawan yang gigih dan tekun. Karir jurnalistiknya diawali ketika menjadi wartawan Harian Jayakarta awal 1990-an setelah ia menamatkan pendidikan sarjananya di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta (IISIP Jakarta).
Ketika bekerja di Koran Jayakarta, ia mendapat beasiswa untuk belajar di Program Pendidikan Wartawan Profesional di Lembaga Pendidikan, Penerbitan, dan Penelitian Yogyakarta (LP3Y) Tahun 1991.
Di lembaga pendidikan pers yang didirikan oleh tokoh pers Ashadi Siregar itulah, penulis mengenal Ketty, gadis berambut keriting yang lincah dalam melaksanakan tugas-tugas lembaga pendidikan hingga larut malam.
Selepas dari LP3Y, dia seperti anak burung yang sudah lepas dari sarangnya. Terbang tinggi kemana-mana.
Dia menjadi wartawan peliput kegiatan dan tugas Kepresidenan RI sejak era Soeharto hingga Presiden Joko Widodo saat berpasangan dengan Yusuf Kalla, di dalam maupun di luar negeri. Ketty ikut terbang kemana-mana mengikuti kegiatan presiden.
Ketty juga pernah meliput kegiatan internasional seperti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN, dan KTT Developing Eight (D8)/Delapan Negera Berkembang di Turki. Kelompok D-8 ini mencakup Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan Turki.
Selain itu ia meliput perjalanan tugas Presiden Soeharto yang menegangkan ke Bosnia Herzegovina. Bosnia ketika itu masih dilanda konflik berkepanjangan.
Perjalanan jurnalistik yang ia jalani perlahan-lahan, menjadi tumpukan pengalaman yang besar. Seabrek pengalaman biasanya bisa di-monetisasi. Tetapi bagi Ketty tidak begitu. Buktinya dia hidup dalam kesederhanaan.
Ketty suka menyenangkan orang banyak tanpa mementingkan kesenangan sendiri. Hidupnya altruistik. Begitulah wartawan pada umumnya.
Discussion about this post