Oleh: Amrullah Andi Faisal
Deklarasi New York yang lahir dari Konferensi Tingkat Tinggi Internasional di markas Perserikatan Bangsa Bangsa pada 28–30 Juli 2025, bukanlah sebuah kemenangan diplomasi. Ia justru menjadi pengkhianatan terhadap darah para syuhada, derita jutaan rakyat Palestina, serta perjuangan suci yang telah berlangsung lebih dari tujuh dekade.
Dengan dalih membawa “angin segar” melalui solusi dua negara, pernyataan ini malah mengukuhkan status quo penjajahan Zionis Israel. Ia melegitimasi keberadaan entitas Yahudi di tanah kaum Muslimin sekaligus menolak keabsahan perlawanan bersenjata yang sah, baik menurut syariat Islam maupun hukum internasional.
Empat Luka Besar dari Deklarasi
Pertama, deklarasi ini memperkuat solusi dua negara. Narasi usang yang selama puluhan tahun gagal memberi keadilan. Jalan ini bukanlah kemerdekaan, melainkan pengakuan resmi terhadap proyek kolonial Zionis sejak 1948. Palestina yang dijanjikan hanyalah “negara boneka” tanpa kedaulatan, tanpa kendali atas perbatasan, udara, ataupun keamanan.
Kedua, seruan pelucutan senjata Hamas adalah upaya membunuh satu-satunya benteng pertahanan rakyat Gaza. Senjata yang selama ini melindungi mereka dari genosida justru diminta untuk diserahkan kepada Otoritas Palestina. Rezim yang sedari dulu menjadi boneka Israel dan Amerika. Mirisnya, Barat terus mempersenjatai Israel, sewaktu pejuang Palestina ditekan untuk melucuti senjata.
Ketiga, maklumat ini memutarbalikkan fakta sejarah dengan menyalahkan perlawanan, sembari menutup mata terhadap akar masalah, yakni penjajahan brutal sejak 1948. Serangan balasan 7 Oktober 2023 dibingkai sebagai permulaan kekerasan, padahal hanya satu babak kecil dari rangkaian panjang penindasan, pengusiran dan penjajahan rakyat Palestina. Dalam logika terbalik ini, penjajah tampil sebagai korban, sedangkan pembela tanah airnya dicap teroris.
Keempat, deklarasi ini hanyalah propaganda citra damai yang membungkus pengkhianatan. Amerika Serikat, pelindung utama Zionis, tampil seakan penengah netral. Para penguasa Arab yang sudah menjalin hubungan baik dengan Israel turut mencitrakan diri sebagai pendukung Palestina. Semua ini sekadar ilusi yang meninabobokan dunia Islam, sementara proses Yahudisasi Al-Quds terus berjalan.
Menyamakan Pejuang dengan Penjajah
Lebih jauh, Deklarasi New York menyamakan pejuang Palestina dengan pemukim ilegal Zionis. Klausulnya mengutuk “tindakan kekerasan” di kedua pihak, seolah agresi kolonial setara dengan jihad membela tanah air. Bahkan revisi kurikulum pendidikan Palestina yang menghapus sejarah perjuangan didukung penuh. Sebuah langkah untuk memutus kesadaran generasi muda dari akarnya.
Discussion about this post