PENASULTRAID, KENDARI – Ruslan Buton kembali muncul. Dengan gayanya yang khas di akun sebuah media sosial, Ruslan menyoroti adanya dugaan kemunduran birokrasi dan munculnya figur yang disebutnya sebagai “gubernur bayangan” dalam penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra). Sontak, hal itu pun menuai berbagai tanggapan publik.
Sekretaris Jenderal Visioner Indonesia, Akril Abdillah menilai isu yang dihembuskan Ruslan Buton tersebut merupakan tuduhan yang tidak berdasar dan lebih bersifat opini kosong tanpa dukungan fakta yang jelas.
Akril menegaskan bahwa tudingan yang disampaikan oleh Ruslan terkait kondisi birokrasi Sultra yang dinilai tidak lagi berjalan efektif merupakan sikap apriori dan skeptis yang tidak didukung data objektif.
Akril menilai, narasi tersebut berpotensi dipengaruhi oleh kekecewaan politik, menyusul kekalahan Ruslan pada Pemilihan DPR RI serta kekalahan calon gubernur yang didukungnya beberapa waktu lalu.
“Pernyataan tersebut cenderung membangun opini tanpa dasar yang kuat dan berpotensi diarahkan untuk mendelegitimasi kepemimpinan Gubernur Sulawesi Tenggara yang sah secara konstitusional,” ujar Akril dalam keterangannya, Rabu 24 Desember 2025.
Menurut Akril, tuduhan adanya kemunduran serius dalam tata kelola pemerintahan daerah juga bersifat tendensius.
Akril menegaskan bahwa hingga saat ini komunikasi timbal balik antara pimpinan daerah dan jajaran birokrasi berjalan dengan baik, demikian pula peran Wakil Gubernur yang tetap menjalankan fungsi dan kewenangannya secara optimal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait tudingan adanya figur non-struktural yang disebut sebagai “gubernur bayangan”, yakni seorang purnawirawan TNI berpangkat Brigadir Jenderal berinisial P, Akril menilai tuduhan tersebut tidak berdiri di atas fakta hukum.
Menurutnya, keberadaan pihak non-struktural yang memberikan masukan kepada kepala daerah tidak dapat serta merta dimaknai sebagai pengendali kebijakan pemerintahan.
Menanggapi polemik mengenai kepemimpinan rapat di lingkungan Pemprov Sultra, Akril menjelaskan bahwa Tenaga Ahli Gubernur dapat memimpin atau memfasilitasi rapat sepanjang terdapat penugasan resmi dari Gubernur dan rapat tersebut tidak bersifat pengambilan keputusan struktural.
Dalam tata kelola pemerintahan daerah, Tenaga Ahli merupakan unsur pendukung kepala daerah yang bertugas memberikan masukan, kajian, dan asistensi teknis. Meski tidak berada dalam struktur eselon birokrasi, Tenaga Ahli dapat menjalankan tugas tertentu berdasarkan surat tugas, disposisi, atau mandat resmi dari Gubernur.
“Sepanjang ada penugasan yang jelas dan rapat tersebut bersifat koordinatif, asistensi, atau pendalaman teknis kebijakan, Tenaga Ahli dapat memimpin jalannya rapat. Namun keputusan tetap berada pada pejabat struktural yang berwenang,” tegas Akril.
Akril menyebut, praktik penugasan Tenaga Ahli untuk memimpin atau mengoordinasikan rapat merupakan hal yang lazim dalam pemerintahan modern, terutama untuk mempercepat sinkronisasi program, pendalaman substansi kebijakan, serta memastikan visi dan misi kepala daerah dapat berjalan secara efektif.
Sementara itu, menanggapi desakan agar Ketua Umum Partai Gerindra dan Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap kinerja Gubernur Sultra, Akril menegaskan bahwa evaluasi kepala daerah memiliki mekanisme konstitusional dan administratif yang telah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan.
Pertama, Gubernur Sultra dipilih secara langsung oleh rakyat, sehingga legitimasi kepemimpinannya bersumber dari mandat konstitusional, bukan semata-mata dari afiliasi kepartaian.
Oleh karena itu, evaluasi kinerja Gubernur tidak dapat dilakukan berdasarkan tekanan opini politik, melainkan harus melalui indikator kinerja yang terukur, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Discussion about this post