Selain itu, urgensitas pembelian gorden dipertanyakan. Besaran proyek seakan tidak menimbang keprihatinan kondisi ekonomi masyarakat yang masih carut-marut, terlebih lagi saat badai Corona menerjang berbagai negara, tak terkecuali negeri ini.
Sayangnya, meski sudah ditentang publik, proyek ini tetap berlanjut dan kini aroma korupsi juga mengemuka. Bagaimana tidak, karena justru pemenang tender adalah penyodor tawaran harga tertinggi. Berkebalikan dengan normalnya pengadaan barang dengan sistem tender yang mencari kualitas tertinggi dengan harga paling ekonomis. Miris!
Benar tidak semua proyek beraroma korupsi, tetapi tak sedikit dan tak dipungkiri adanya proyek-proyek yang ada sulit lepas dari aroma korupsi. Sebagaimana dilansir dari Pikiran-rakyat.com (22/12/2021) bahwa Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara terkorup di Asia dengan skor indeks korupsi mencapai 30%.
Usut punya usut hal ini terjadi karena lemahnya hukuman bagi para koruptor di Indonesia.
Inilah buah sistem politik hari ini. Harta rakyat seolah menjadi ajang bancakan banyak pihak demi keuntungan segelintir elit dan penyokongnya. Kalau sudah seperti itu, jangan salahkan rakyat jika kepercayaan mereka kepada para pejabat publik semakin menurun. Sebab, melihat bagaimana sepak terjang tuan pejabat yang nampak minim empati atas kondisi rakyat yang kian sulit.
Pun aturan dalam sistem politik saat ini kadang menimbulkan pro dan kontra. Hal itu wajar, sebab aturan yang dibuat oleh manusia sifatnya lemah dan terbatas, sehingga tak jarang menimbulkan pertentangan ataupun menguntungkan sebagian pihak, namun merugikan pihak lainnya.
Padahal sebagai pengurus urusan rakyat, tuan pejabat mestinya lebih mengutamakan dan mendahulukan kepentingan rakyatnya. Terlebih di tengah kondisi ekonomi yang sempoyongan dengan berbagai masalah yang menyertainya.
Discussion about this post