Oleh: Imroatus Sholeha
Diskriminasi kembali terjadi terhadap kaum muslim. Terbaru terjadi di India, viralnya beberapa mahasiswi di daerah Karnataka yang mengalami tindak kekerasan oleh beberapa orang karena menggunakan hijab, menyedot perhatian publik khususnya kaum muslim di berbagai belahan dunia.
Mirisnya kekerasan ini terjadi di lembaga pendidikan baik sekolah maupun kampus. Diketahui perundungan ini terjadi sebab pemerintah melarang atribut muslim di lembaga pendidikan.
Dilansir Republika.co.id, larangan hijab di perguruan tinggi di negara bagian Karnataka, India selatan telah memicu kontroversi yang besar. Ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa serangan terhadap simbol dan praktik Muslim adalah bagian dari agenda sayap kanan Hindu untuk memaksakan nilai-nilai mayoritas pada minoritas.
Sebanyak 200 juta komunitas minoritas muslim di negara itu khawatir larangan jilbab melanggar kebebasan beragama mereka yang dijamin di bawah konstitusi India. Duta Besar AS untuk Kebebasan Beragama Internasional mengatakan larangan jilbab akan menstigmatisasi dan meminggirkan perempuan dan anak perempuan.
Partai Bharatiya Janata (BJP) yang menjalankan pemerintahan di Karnataka dan juga di pusat, telah mendukung larangan diskriminatif tersebut. BJP telah berkampanye selama beberapa dekade untuk penerapan Uniform Civil Code (UCC), yang diyakini minoritas akan sama dengan penerapan hukum Hindu
Pada Selasa (15/2/2022) kemarin, siswa perempuan muslim yang mengenakan jilbab dilarang memasuki sekolah dan perguruan tinggi di seluruh negara bagian. Gambaran gadis-gadis muslim melepas jilbab mereka di luar sekolah mereka menciptakan kehebohan.
“Sekitar 13 dari kami dibawa ke ruang terpisah karena kami mengenakan jilbab di atas seragam sekolah,” kata Aliya Meher, seorang siswa di Sekolah Umum Karnataka di distrik Shivamogga, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (16/2/2022).
“Mereka mengatakan kepada kami bahwa kami tidak dapat mengerjakan ujian jika kami tidak melepas jilbab. Kami menjawab dengan mengatakan: ‘Dalam hal ini, kami tidak akan mengerjakan ujian. Kami tidak dapat berkompromi dengan hijab,’ tiba-tiba, mereka meminta kami melepas hijab,” tambah Meher.
Pelantikan Sekda Buton Selatan Diduga Abaikan ‘Titah’ Dirjen Otda https://t.co/U7YV5caxrT
— Penasultra.id (@penasultra_id) February 22, 2022
Hal ini bukanlah pertama kali terjadi. Komunitas Muslim India telah menghadapi diskriminasi selama beberapa dekade, yang menurut para ahli telah memburuk di bawah pemerintah nasionalis Hindu yang dipimpin BJP.
Di tengah meningkatnya ekstremisme Hindu, situasi Muslim India, Kristen dan kelompok agama minoritas lainnya menjadi semakin sulit. Konyolnya, negara-negara Barat, khususnya AS yang selama ini mengaku peduli HAM, tidak begitu peduli dengan status kelompok agama minoritas di India. Mereka bahkan memuji India sebagai contoh demokrasi yang baik. India menjadi tamu dalam apa yang disebut sebagai KTT demokrasi yang diadakan oleh AS pada Desember 2021.
Pada Juli 2021, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bahkan mengatakan demokrasi India adalah kekuatan untuk kebaikan dalam membela Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka dan dunia yang bebas dan terbuka. Beberapa politisi AS yang sering berbicara tentang hak-hak Muslim, seperti Marco Rubio dan Chris Smith, menutup bibir atas perlakuan terhadap muslim di India. (RMOL.ID 19-01-2022)
Inilah wajah toleransi di sistem demokrasi dan HAM yang di agung-agungkan para pengusungnya nyatanya hanya isapan jempol belaka. Kaun muslim diminta toleransi bahkan dengan hal hal yang membahayakan akidah, tetapi bagi kaum muslim minoritas tak ada tempat untuk sekedar menjalankan syariatnya seperti memakai hijab.
Maraknya diskriminasi terhadap kaum Muslim adalah buah dari Islamopobhia yang di hembuskan oleh musuh-musuh Islam. Tak hanya di India, tapi di berbagai belahan dunia kaum Muslim menjadi korban kekerasan dari berbagai pihak, sebut saja muslim Palestina, Uyghur, Rohingya mereka mengalami penyiksaan keras, akan tetapi dunia hanya bungkam dan melontarkan kecaman tak berarti.
Discussion about this post