Oleh: Rusdianto Samawa
Pemerintah tetap bersikukuh akan melakukan ekspor pasir laut. Berbagai argumentasi diungkap sebagai alibi pembenaran, bahwa ekspor pasir laut boleh dilakukan. Alibi itu diungkap, mulai dari jenis, harga, kualitas, dan potensi pasir.
Berita detiknews (04/01/24) konfirmasi rencana tersebut. Pemerintah tetap godok regulasinya. Jalan terus. Kementerian ESDM, KKP dan Kemendag terus pikirkan jurus-jurus jitu meyakinkan rakyat.
Ada kesalahan mekanisme dalam pengambilan kebijakan selama 9 tahun rezim. Terlebih dahulu menerbitkan regulasi. Setelah itu, baru meminta pendapat rakyat dan para ahli. Ini koboy banget, dalam tata kelola kebijakan dalam sistem negara masa modern ini.
Pemerintah beralasan ada perbedaan pendapat terkait jenis pasir. Kebijakan itu akan dirilis kalau sudah ada kesamaan pandangan. Sebaliknya, kalau rakyat tak menolak upaya ekspor pasir laut, tak ada pula alasan perbedaan pendapat.
Hal ini strategi pemerintah untuk bermain culas agar tetap bersikukuh lakukan ekspor pasir laut. Tak habis pikir dengan bangsa ini. Hadiah Tuhan sebuah kemerdekaan hanya tertoreh dalam lidah “kata merdeka.” Ujung lidah dalam ucapan hanya bersilat. Tapi belum mengenang dalam sanubarinya betapa susahnya bangsa ini bangkit untuk mencapai esensi kemerdekaan.
Sungguh ajaib kebijakan ini, padahal KKP kampanye berbusa-busa program ekonomi biru. Prioritas lingkungan. Tetapi sebatas itu saja. Malah sebaliknya, demi investor dan kepentingan pengusaha, KKP menjoroki konsepnya sendiri. Membuang ke tong sampah kampanye ekonomi biru demi menolong kantong para oligarki perusak lingkungan.
Ibu Pertiwi suatu ketika sadar, bahwa aktivitas pengerukan pasir laut, percepat hilangnya pulau-pulau kecil di sekitar wilayah zonasi, apalagi berbatasan langsung dengan Singapura maupun Malaysia. Tambah, persulit nasib nelayan yang tak lagi mampu mencari ikan diakibatkan biota laut di dasarnya sudah rusak akan adanya aktivitas pengerukan.
Discussion about this post