Sistem sekuler telah menyebabkan remaja kehilangan orientasi dalam hidupnya. Yakni, meraih ridha Allah. Menjadi muslim negarawan yang tangguh dan pemimpin di masa mendatang. Liberalisme/kebebasan yang diagungkan dalam sistem sekularisme, telah melahirkan remaja berwatak preman, ugal-ugalan, temperamental, dan sebagainya, atas nama kebebasan berekspresi dan bertingkah laku.
Seyogianya, remaja muslim memanfaatkan kesempatan dan masa muda dengan hal-hal yang positif lagi bermanfaat. Memperbanyak ibadah untuk takarub ilallah. Berlomba-lomba memantaskan diri hingga layak menerima tongkat estafet kepemimpinan dan pengukir peradaban Islam.
Namun, sistem sekuler yang meminggirkan peran agama di tengah kehidupan masyarakat dan negara, telah sukses menggiring remaja muslim dalam jurang keburukan.
Memang benar, keluarga adalah institusi pertama dan utama yang membentuk kepribadian remaja. Dimulai dari menanamkan pemahaman agama sejak dini. Pola pengasuhan yang sesuai tuntutan Islam, dan lain-lain.
Namun, peran keluarga saja tidak cukup. Perlu adanya dukungan dari lingkungan masyarakat yang kondusif terhadap pembentukan kepribadian yang luhur bagi remaja muslim.
Tentu saja, lingkungan dimaksud bukan lingkungan yang individualis, permisif, masa bodoh, dan apatis. Melainkan, lingkungan yang terbentuk dari individu-individu yang memiliki kesatuan pemikiran dan perasaan, serta diatur dengan satu sistem hidup yang sama.
Di samping itu, yang tak kalah penting adalah hadirnya negara sebagai pelaksana sistem/peraturan hidup di tengah masyarakat. Keluarga bisa saja menghadapi masalah dalam membentuk kepribadian anak/remaja, manakala tidak sejalan dengan aturan yang diterapkan negara dalam masyarakat, di mana mereka hidup dan berinteraksi di dalamnya.
Olehnya itu, keluarga, masyarakat, dan negara wajib bersinergi dengan mengoptimalkan fungsi dan peran masing-masing demi menyelamatkan remaja muslim dari perilaku menyimpang yang merugikan, seperti halnya klithih, tawuran, dan semacamnya.
Discussion about this post