Sejak kecil, Bung Hatta juga dididik dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurrahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar. Hidup di lingkungan keluarga religius, membuat Bung Hatta pun tidak pernah meninggalkan ibadah.
“Jadi Bung Hatta ini, kalau sudah waktunya salat, beliau langsung bergegas ke Masjid. Dan kalau pulang ke rumah, saat Isya ataupun Subuh setelah dari Masjid. Ia tidak masuk ke rumah lewat pintu depan, melainkan pintu belakang, karena ia takut membangunkan orang rumah, begitu besar toleransi beliau dalam memikirkan orang lain,” ujar Susi.
Pembangunan Kembali
Rumah tempat kelahiran Bung Hatta, Sang Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia berada di Jalan Soekarno-Hatta Nomor 37, Bukittinggi, Sumatera Barat. Fisik asli rumah tersebut sudah runtuh di tahun 1960-an, tetapi atas gagasan Ketua Yayasan Pendidikan Bung Hatta, rumah tersebut dibangun ulang sebagai upaya mengenang dan memperoleh gambaran masa kecil Sang Proklamator di Kota Bukittinggi.
Pada November 1994 sampai dengan Januari 1995 dimulailah penelitian untuk mendapatkan bentuk rumah yang akan dibangun. Didasarkan kepada foto yang ada dalam memoar Bung Hatta dan beberapa foto yang masih disimpan oleh keluarga, dimulailah menginterpretasikannya ke dalam gambar perencanaan.
“Pada tahun 1994 dibangunnya, dan selesai pada tahun 1995. Ini tidak mengubah bangunan. Jadi dahulu bangunan ini sudah hancur, hancurnya saat zaman Belanda, dan tanah ini sempat dibeli oleh penduduk asli sini, pemilik Toko Sabar. Sebenarnya bangunan ini sampai depan sana, karena ada pelebaran jalan, jadi hanya segini yang bisa dibangun,” ujar Susi.
Salah satu bukti pergeseran lokasi ini adalah letak sumur yang semula berada di belakang rumah, kini bergeser ke dalam kamar salah satu paman Bung Hatta, Idris. Di masa lalu, bagian depan bangunan langsung menghadap ke sawah milik kakek Bung Hatta. Tetapi seiring perkembangan Kota Bukittinggi, sawah tersebut kini menjadi Jalan Soekarno-Hatta.
“Mangkanya ada sumur di dalam kamar, ini yang satu-satunya asli hanya sumur tua ini. Sampai sekarang masih dipakai juga airnya, dialiri di teras dan di atas,” ujar Susi.
Ruang utama di lantai bawah dan lantai atas digunakan untuk memajang berbagai dokumentasi tentang perjalanan hidup Bung Hatta. Wisatawan dapat melihat bagian silsilah keluarga Bung Hatta, baik dari pihak ibu maupun ayahnya, bagan tersebut terpampang di dinding sebelah kiri dari pintu masuk.
Di kamar yang terletak di belakang rumah ini, pengunjung juga dapat menemukan koleksi berupa sepeda ontel tua, dan dokar tua yang dahulu pernah dipergunakan Bung Hatta semasa mudanya. Di belakang kamar tersebut merupakan kamar Bung Hatta saat masih bujang.
“Semua barang-barang yang ada di sini juga replika, jadi meniru barang-barang yang ada di foto dahulu kala,” kata Susi.
Discussion about this post