Oleh: Yanti, S. Pd
Belakangan ini begitu marak terjadi bunuh diri dan dianggap sebagai solusi keluar dari persoalan hidup dan hal tersebut tengah melanda negeri ini. Data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri, mencatat terdapat 451 kasus bunuh diri pada periode Januari-Mei 2023. Jika dirata-rata, setidaknya ada tiga orang bunuh diri setiap harinya.
Secara nasional, Provinsi Bali menduduki peringkat pertama angka bunuh diri. Data Pusiknas Polri menyebutkan bahwa angka bunuh diri di Bali mencapai 135 kasus sepanjang 2023.
Salah satu kasus bunuh diri yang terjadi di Tanah Datar, Sumatra Utara pada 25 Maret 2023. Seorang pemuda berusia 18 tahun nekat gantung diri lantaran minta dibelikan sepeda motor oleh orang tuanya yang secara ekonomi belum mampu memenuhinya (Polri.go.id).
Pun pertengahan Desember 2023, warga Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang dikejutkan oleh meninggalnya satu keluarga yang diduga bunuh diri lantaran terlilit utang (Liputan6, 24-01-2024).
Sederet kasus di atas adalah secuil fakta miris betapa bunuh diri makin menjadi tren solusi instan untuk menyelesaikan persoalan hidup yang kian pelik. Hal itu tentu bukan tanpa sebab, mengingat banyak hal yang menjadi pemicunya. Hal tersebut di antaranya, lemahnya mental masyarakat.
Bagaimana tidak, secara fakta kehidupan sangat berat dalam sistem kapitalisme saat ini karena beragam persoalan yang melanda rakyat. Itu tampak dari beratnya beban ekonomi mulai dari sandang, pangan dan papan yang makin sulit dijangkau oleh kalangan menengah ke bawah.
Pemerintah menyadari bunuh diri yang kian marak adalah masalah serius. Jika pelaku bunuh diri hanya satu atau dua orang mungkin masih bisa kita katakan hal ini adalah masalah individu. Namun, jika angka bunuh diri bukan lagi satuan tetapi sudah ratusan kasus, maka hal ini bukanlah sekadar fenomena biasa, tetapi menjadi tren. Dari itu perlu adanya penangan serius.
Meningkatnya angka bunuh diri sesungguhnya menggambarkan betapa buruknya mental masyarakat yang terbentuk. Mental yang lemah menandakan bahwa masyarakat kita sedang sakit dan tidak sedang baik-baik saja.
Munculnya masalah kesehatan mental merupakan faktor internal yang dipengaruhi cara pandang tertentu. Mengapa mental menjadi lemah? Ini karena pandangan hidup sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Imbasnya, masyarakat mengalami krisis identitas sebagai seorang hamba serta krisis keimanan yang membuat seseorang mudah goyah, gampang tersulut emosi, nafsu sesaat, hingga pikiran yang kalut.
Inilah sesungguhnya yang menyebabkan masyarakat kita sakit, yakni tersebab lemahnya iman sehingga mengganggu kesehatan mental.
Akibat krisis iman juga membuat seseorang lemah dalam beribadah. Daya pikir lemah karena atmosfer kehidupan yang serba materialistis dan kapitalistik menjadikan seseorang lebih memilih jalan instan ketimbang susah payah mencari jalan keluar dari masalah.
Tidak hanya itu, tren bunuh diri juga dipengaruhi faktor lainnya. Ideologi kapitalisme memandang kehidupan berjalan dengan visi hidup materialistis. Standar kebahagiaan diukur dengan materi semata. Kemuliaan dan kemapanan hidup juga dinilai dengan segala sesuatu yang bersifat fisik, seperti jabatan, harta, kedudukan, dan kemewahan.
Tak hanya itu, pandangan ini mendorong seseorang selain untuk mencapai segala sesuatu yang bersifat materi, juga dengan segala cara, tidak peduli halal atau haram. Inilah bukti nyata kegagalan sistem yang ada ditengah-tengah kita, yaitu kapitalisme.
Pun banyak masyarakat tidak lagi segan mencari pinjaman uang, padahal hanya demi memenuhi gaya hidup. Tidak sedikit dari mereka yang rela memaksakan diri untuk menjalani kehidupan yang tidak sepadan dengan pemasukan finansialnya.
Discussion about this post