PENASULTRA.ID, BAUBAU – Indonesia memiliki berbagai makanan pokok yang kaya karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya nasi, jagung, ketela, ubi, sagu, dan kentang pun tumbuh subur di Indonesia dan bisa dimanfaatkan sebagai makanan pokok.
Di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), terdapat beberapa wilayah yang makanan pokoknya selain nasi, yakni jagung. Di antaranya di wilayah Buton (Butuni).
Selain terkenal sebagai penghasil aspal dan juga mempunyai warisan budaya kesultanan Buton yakni, Benteng terluas di dunia, pulau ini mempunyai kuliner khas yang unik dari jagung.
Jagung tidak hanya dimakan begitu saja, tapi diolah lagi menjadi makanan untuk mendampingi lauk lainnya. Salah satu makanan olahan jagung di Buton yang jarang diketahui atau tidak familiar yakni Kapusu Nosu.
Kapusu Nosu merupakan salah satu makanan khas Sultra yang berbahan dasar jagung. Ingat, jagungnya sendiri bukan jagung muda, tapi bahan dasar jagung yang sudah tua.
Makanan ini sekilas terlihat layaknya bubur jagung, namun jika bubur jagung umumnya rasanya manis, berbeda dengan Kapusu Nosu. Rasanya bisa dikatakan tidaklah manis dan cenderung tawar. Karena, umumnya masyarakat Buton membuat Kapusu Nosu sebagai makanan pokok pengganti nasi.
Mungkin belum banyak yang tahu nih jika masyarakat Buton di zaman Kesultanan hingga saat ini menjadikan Kapusu Nosu sebagai makanan pokoknya.
Kapusu Nosu tersebut selalu masuk dalam hidangan utama yang disajikan oleh masyarakat Buton setiap kali menyantap makan siang maupun makan malam.
Meski secara letak geografis Kepulauan Buton (Kepton) lebih dominan wilayah laut, namun tanahnya yang terbilang tak luas itu sangat subur untuk ditanami berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, di antaranya ditanami pohon jagung.
Prosesnya yang terbilang tak ribet semakin menambah ketekunan warga Buton yang hidup sebagai petani jagung dalam menanam di lahan-lahan yang tersedia, baik milik pribadi ataupun milik pemerintah Kesultanan Buton kala itu.
Jagung juga bisa dipanen lebih dari sekali dalam setahun, sehingga masyarakat Buton sekaligus mampu memenuhi ketahanan pangannya sendiri karena hasil panen jagung menjadi cadangan makanan.
Discussion about this post